Penampilan Drama Gong “Kadga Maya”, Sanggar Seni Harsa Wirasana Banjar Jabajero Kuta Pukau Penonton PKB ke-47
Penampilan sekaa Drama Gong Sentananing Samudra, sanggar Seni Harsa Wirasana BanjarJabajero Kuta, pada PKB ke-47, Minggu 22Juni 2025.
DENPASAR – baliprawara.com
Gelaran Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 pada hari kedua Minggu (22/6) dimeriahkan parade (utsawa) Drama Gong Tradisi. Kabupaten Badung diwakili Sekaa Drama Gong Sentananing Samudra,
Sanggar Seni Harsa Wirasana BanjarJabajero Kuta, Desa Adat Kuta, Kecamatan Kuta, pimpinan I Wayan Adi Wiguna, S.Sn.
Mempersembahkan lakon berjudul “Kadga Maya”, penampilan sekaa drama gong ini sungguh memukau. Sarat nilai tuntunan, lawakannya pun menghibur penonton. Panggung Ayodya Taman Budaya, tempat digelarnya drama gong ini penuh sesak, dipadati penonton.
Hadir langsung menyaksikan penampilan sekaa drama gong ini di antaranya Kadis Kebudayaan Badung I Gede Sudarwita, anggota DPRD Badung Wayan Puspa Negara, Bendesa dan Lurah Kuta serta Ketua Listibiya Kecamatan Kuta. Teristimewa, gelar seni drama gong itu disaksikan oleh Ny. Putri Suastini Koster.
Kadis Kebudayaan Kabupaten Badung I Gede Sudarwita menyampaikan, untuk mewakili PKB, sanggar atau sekaa seni yang ada di masing-masing kecamatan digilir tiap tiap tahun mewakili Badung. Terkait dengan parade drama gong pada PKB ke-47 kali ini, Badung diwakili oleh Sekaa Drama Gong Sentananing Samudra Sanggar Seni Harsa Wirasana Banjar Jabajero Kuta.
Seperti diketahui di Kecamatan Kuta muncul seniman maestro seperti Lotring. “Kita ingin meneruskan kepeloporan tokoh-tokoh seni yang ada di Kecamatan Kuta dan membangkitkan potensi keseniannya, seperti drama gong. Kesenian drama gong perlu terus digali, tetapi tetap mengangkat tradisi atau kearifan lokal. Dengan adanya pembinaan dari seniman drama gong, kita harapkan kesenian ini tetap lestari,” ujarnya sembari mengucapkan terimakasih kepada para tokoh yang telah datang langsung menyaksikan pagelaran drama gong ini.
Koordinator Parade Drama Gong Tradisional Duta Kabupaten Badung, Wayan Eka Adnyana, S.Tr.Par, M.Tr.Par. menyampaikan, persiapan sekaa drama gong ini untuk tampil dalam ajang PKB 2025 sekitar 3,5 bulan. Menampilkan lakon berjudul “Kadga Maya”, drama gong ini melibatkan 16 pemain drama gong dan 26 penabuh.
Melalui ajang parade drama gong tradisional di PKB, diharapkan kesenian drama gong makin berkembang di Kabupaten Badung. Ajang PKB ini sangat strategis untuk menumbuhkan bibit -bibit baru pemain drama gong, utamanya di Kuta.
Sutradara dan penulis naskah drama gong ini adalah Drs. I Gusti Lanang Subamia, M.MPd. Pembinanya, Drs. I Gusti Lanang Subamia, M.MPd.dan I Wayan Warsa. Pembina tabuhnya I Nyoman Tri Sugiantara dan I Gede Suparka, S.Sn. Sedangkan penata rias & kostum, Windekoleh Fashion dan Kicuk collection.

Lakon yang ditampilkan dalam drama gong ini juga menarik. Diceritakan, di Pedukuhan Pandan Singid tumbuh perjaka tampan bernama I Made Ripta. Ia hidup bersama ayah dan kedua abdinya yang saban hari kegiatannya berburu. Pada suatu hari ia minta restu dari ayahnya untuk pergi berburu.
I Made Ripta disarankan berhati-hati, karena hari itu agak keramat. Setibanya di tengah hutan, dia melihat banyak binatang buruan. Dia lalu memilih menembak yang berimpitan kijang dan babi hutan dengan maksud salah satunya kena. Setelah dibidik, panahnya meleset.
Satu pun binatang buruan itu tidak ada yang kena. Dikira ada yang kena, dia kejar sampai di tetamanan Candra Negari. Ternyata panahnya mengenai Dyah Praba Suari, putri Raja Candra Negari. Made Ripta merasa bersalah dan bersedia mengantar putri raja ke Puri. Sesampai di Puri, Made Ripta dihukum penjara.
Sementara itu Raja Candra Negari memiliki dua orang putri. Yang sulung dari almarhum istri pertamanya bernama Dyah Praba Suari. Yang kedua putri dari prami bernama Dyah Matsaryawati. Namun Raja merasa tertekan, sebab Kerajaan Candra Negari ada di bawah kekuasaan Kerajaan Cakra Negaru
a. Raja mendapat berita bahwa Raden Jaya Sengara akan mengambil salah satu dari putrinya. Raja akan menyerahkan yang lebih tua,
Diah Praba Suari. Kedua putrinya ini menurut Raja dan prami, sudah layak dinikahkan. Prami pun diam-diam sudah mengirim utusan ke Kerajaan Cakra Negara supaya Raja Putra Cakra Negara segera meminang anaknya. Begitu juga Raja Cakra Negara sudah sepakat. Raja Cakra Negara pun sudah siap untuk berangkat ke Daha Pura akan menikah. Setelah sampai di Candra Negari, dinikahkanlah dengan liku.
Putri Dyah Praba Suari merasa iba hatinya kepada I Made Ripta. Lalu dibawakan makan, namu dipergoki oleh prami dan Patih Agung. Prami menitah atau menyuruh Patih Agung membunuh I Made Ripta. Namun dilerai oleh Patih Anom. Raja pun datang dan memerintahkan untuk segera membunuh I Made Ripta.
Patih Agung tidak berhasil membunuhnya, walaupun sudah memakai pusaka raja. I Made Ripta menawarkan untuk membunuh dirinya. Ia bisa terbunuh jika memakai pusakanya yang bernama Kadga Maya. Raja bertanya siapa yang memberikan pusaka tersebut. I Made Ripta menceritakan bahwa keris itu anugerah Hyang Berawi.
Kemudian datanglah Dukuh Kawi dan menjelaskan bahwa I Made Ripta sesungguhnya adalah Raden Semara Putra, putra mahkota dari kerajaan Surya Negara yang kerajaan 27 tahun yang lalu diserang habis oleh kerajaan Cakra Negara karena tidak mau tunduk. Akhirnya Raden Semara Putra dinikahkan dengan Dyah Prabha Suari. (MBP2/a)