Perang Melawan Sampah

Sukarsa
Oleh :
Ir. I Wayan Sukarsa, M.M.A.
Otonomi daerah mengamanatkan, masing-masing daerah diberikan kewenangan untuk mengatur daerahnya dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sesuai asas otonomi, untuk memenuhi perkembangan dan aspirasi masyarakat (UU Nomor 23 Tahun 2014).
Laju penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di berbagai bidang berimplikasi pada perubahan tatanan kehidupan baik aspek ekonomi, politik dan sosial budaya. Di balik kemajuan, pembangunan memberikan ekses yang kurang baik, salah satunya berupa sampah.
Meningkatnya volume sampah sangat dipengaruhi oleh perkembangan demografi, para komuter, pariwisata, kemajuan teknologi, gaya hidup, mind set dan kultural sehingga menghasilkan jenis sampah organik dan anorganik.
Pengelolaan sampah yang kurang cermat mencermari lingkungan, kondisi kesehatan dan keindahan (UU Nomor 32 Tahun 2009).
Permasalahan utama sampah adalah paradigma, perilaku dan kesadaran (Mahyudin, 2014). Paradigma ini harus diubah, adanya wacana penutupan TPA Suwung dan tuntutan dari tokoh masyarakat yang terdampak TPA dirasakan menggangu kenyamanan dan keamanan masyarakat di sekitarnya.
Sampah menjadi permasalahan bersama yang harus dicarikan solusi yang tepat, secara komprehensif dan berkelanjutan. Jika tidak, akan menimbulkan permasalahan multidimensi dan menjadi isu strategis di berbagai daerah, dan akan memberikan dampak buruk bagi masyarakat dan pemerintah.
Pemerintah memiliki kewenangan dan kewajiban dalam sistem pengelolaan sampah yang baik dan efektif melalui sistem penanganan dan pengurangan, mencakup aspek pelayanan, kelembagaan, pendanaan, partisipasi masyarakat dan swasta, kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan pembagian kewenangan.
Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah mendukung dalam pengelolaan sampah masih tindakan di hilir dengan membangunan TPS3R, Bank sampah dan membangunan incenarator dan di hulu mendorong partisipasi dan kesadaran masyarakat pengelolaan sampah secara mandiri berbasis sumber (Pergub Prov. Bali Nomor 47 Tahun 2019) yang bertujuan untuk mengurangi timbulan sampah.
Pemerintah perlu mendorong masyarakat bertanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan dengan mengubah paradigma dan pola pikir masyarakat bahwa permasalahan sampah merupakan tanggung jawab penghasil, bukan semata menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya.
Permasalahan sampah terus menjadi isu strategis, dijadikan jargon menarik dalam setiap perhelatan politik lima tahunan untuk dituntaskan tetapi kenyataannya sampai saat ini masih belum menunjukkan kemajuan yang berarti karena penyelesaian masalah sampah lebih menitikberatkan penanganan di hilir tanpa didukung oleh perubahan prilaku.
Titik awal dari permasalahan sampah saat ini kurangnya dukungan, tanggung jawab dan kesadaran di hulu. Langkah yang harus dilakukan untuk memerangi sampah melalui kebijakan out of the box yang sifatnya memaksa (otoriter) mau tidak mau, suka tidak suka dengan menerapkan undang-undang Nomor 18 Tahun 2008, Peraturan Gubernur Nomor 47 tahun 2019 kepada penghasil sampah. Awalnya mungkin menyakitkan, terjadi pro dan kontra nantinya berujung manis bila kesadaran penghasil sampah dapat tercipta, sehingga dapat dijadikan pijakan dasar pemerintah menyiapkan, memilih teknologi yang tepat dalam pengelolaan sampah. (*)
Penulis adalah Analis Kebijakan pada Badan Riset dan Inovasi Daerah Kabupaten Badung.