“Perang” Tiga Unsur, Warnai Tradisi Magegobog Padu Telu Banjar Taman Griya Jimbaran
MANGUPURA – baliprawara.com
Malam pangerupukan menyambut hari raya Nyepi tahun 2022 ini, sungguh menjadi hari spesial bagi masyarakat Jimbaran, khususnya Banjar Taman Griya. Pasalnya, pada malam pangerupukan, Rabu 2 Maret 2022 ini, untuk pertama kali sejak pandemi melanda dunia termasuk Bali, digelar tradisi unik yang merupakan warisan turun-temurun desa Jimbaran, yang kembali dibangkitkan.
Sejak pukul 18.00 wita, warga telah berkumpul di simpang empat Banjar Taman Griya, untuk menyaksikan tradisi ini. Tradisi yang dinamakan Magegobog, Padu Telu ini, diinisiasi oleh Sekaa Teruna Manik Giri Banjar Taman Griya, dengan melibatkan muda-mudi yang ada di Jimbaran.
Bandesa Adat Jimbaran I Gusti Made Rai Dirga mengatakan, baik itu Ngerupuk ataupun Magegobog, sesungguhnya merupakan hal serupa. Namun secara istilah, masyarakat Jimbaran cenderung mengenal Ngerupuk dalam arti menyeruduk. Sementara Magegobog memiliki arti menyuarakan bunyi-bunyian.
Oleh karenanya, dalam pelaksanaan tradisi Magegobog, masyarakat Jimbaran menyuarakan berbagai jenis bunyi-bunyian. Yang secara tradisional sarana dan prasarananya berupa Kakepuak, Tek-Tekan, serta bunyi-bunyian lain seperti Drengdengan. Selain itu, ada juga Obor, Prakpak, serta Kesuna Mesui Jangu. “Sarana dan prasarana itu digunakan dengan maksud menetralisir,” kata Bandesa Rai disela kegiatan.
Tradisi Magegobog kata dia, sesungguhnya ada di seluruh wilayah Jimbaran. Namun khususnya oleh warga dan pemuda Banjar Taman Griya, tradisi tersebut kemudian direkonstruksi kembali sebagai sebuah kegiatan yang spesifik. Yakni dengan mengadopsi Padu Telu sebagai rangkaian Magegobog.
“Magegobog Padu Telu ini, dilaksanakan oleh para pemuda kami. Mereka yang dibagi menjadi tiga kelompok, akan menyuarakan bunyi-bunyian secara berkeliling ke arah berbeda, dan mereka akan bertemu di satu titik. Nah, pada saat pertemuan itulah yang dibuatkan fragmennya, sehingga berbentuk semi pertunjukan,” terangnya.
Pertemuan tiga kelompok tersebut juga dimaknai sebagai pertemuan tiga unsur. Yakni unsur air, api, dan angin. “Jadi nanti akan ada semacam perang unsur air dengan api, yang kemudian dinetralisir oleh angin. Ini juga kita ambil dari cerita Adi Parwa, dimana ketika Brahma dan Wisnu bersitegang dan menunjukkan kekuatan masing-masing, maka hadirlah Siwa sebagai simbol Dewa Angin. Karena dengan angin, air ataupun api bisa besar. Dan oleh angin pula, api bisa padam dan air bisa kembali tenang,” jelasnya.
Secara filosofis, pertemuan tersebut juga dimaknai sebagai sebuah cara untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki. Gelaran tersebut juga sekaligus diharapkan dapat mengurangi kebiasaan untuk terpaku pada smartphone, dan mulai bersosialisasi melalui kreativitas seni dan budaya.
Kelian Adat Banjar Taman Griya I Wayan Warsana, mengatakan, Magegobog Padu Telu ini, sesungguhnya sudah mulai dirancang sejak sekitar satu tahun lalu. Namun, mengingat masih dalam suasana pandemi, kegiatan ini digelar secara terbatas. Untuk tahun ini, Magegobog kembali dirancang bersama pemuda Sekaa Teruna Banjar Taman Griya. “Setelah dikonsep sedemikian rupa, pelaksanaannya kami serahkan kepada para pemuda di Sekaa Teruna Banjar Taman Griya,” bebernya.
Sementara itu, Ketua Sekaa Teruna Manik Giri Banjar Taman Griya, AA Bagus Galang Sutan Deresto, mengatakan, untuk persiapan, latihan berkaitan dengan gelaran Magegobog Padu Telu ini, sudah dilaksanakan sejak awal tahun 2022. Bahkan untuk sarana seperti Kul-kul, Obor, Kekepuak, dan Prakpak, juga sudah disiapkan dengan bergotong-royong bersama krama adat. Begitu juga ogoh-ogoh sederhana yang disesuaikan dengan tema diangkat. “Secara kesiapan sarana dan prasarana dibutuhkan, kami sekaa teruna juga telah bergotong-royong bersama krama adat. Seperti pembuatan Kul-kul, Obor, Kekepuak, dan Prakpak,” katanya. (MBP1)