Peringatan 23 Tahun Bom Bali, Doa dan Harapan untuk Bumi serta Kemanusiaan di Monumen Ground Zero

Doa bersama di depan monumen Ground Zero, Kuta, Minggu 12 Oktober 2025.
MANGUPURA – baliprawara.com
Kawasan Monumen Ground Zero, Kuta, pada Minggu 12 Oktober 2025, dipadati ratusan warga, wisatawan mancanegara, keluarga korban, hingga para penyintas tragedi kemanusiaan Bom Bali. Mereka hadir untuk mengikuti doa bersama di depan tugu peringatan yang terukir 202 nama korban jiwa tragedi 12 Oktober 2002 itu.
Tahun ini, peringatan 23 tahun Bom Bali digelar dengan sederhana namun tetap khidmat. Mengusung tema “Doa untuk Bumi, Doa untuk Kemanusiaan”, acara tersebut diprakarsai oleh Yayasan Isana Dewata bekerja sama dengan LPM Kuta serta Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kuta.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kegiatan kali ini dirancang lebih ringkas tanpa mengurangi makna. Rangkaian acara dimulai pukul 17.00 Wita, diawali dengan Nyanyian Perdamaian, dilanjutkan dengan doa lintas agama dan peletakan bunga di depan tugu peringatan.
Koordinator Yayasan Isana Dewata, Theolina Marpaung, mengungkapkan bahwa format sederhana tersebut dilakukan karena keterbatasan dana tahun ini. Meski terkendala biaya, Theolina menegaskan semangat memperingati tragedi kemanusiaan itu tidak boleh padam.
Sebagai bentuk efisiensi, tahun ini panitia meniadakan sesi peace talk atau ceramah perdamaian yang biasanya mengisi acara. Bila pada tahun sebelumnya peringatan berlangsung hingga sekitar pukul 20.10 Wita, kini kegiatan dipadatkan hingga pukul 19.00 Wita saja.
Panitia tetap mendapatkan dukungan logistik dari Pemerintah Kabupaten Badung berupa tenda, kursi, dan perangkat suara. “Walaupun sederhana, acara tetap berlangsung dengan khidmat dan penuh makna,” tambah Theolina.
Untuk memastikan keamanan dan ketertiban, kegiatan tersebut melibatkan personel dari Polda Bali, Polresta Denpasar, serta Polsek Kuta. Selain doa bersama dan renungan, panitia juga mengadakan diskusi di salah satu stasiun radio lokal. Diskusi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya perlindungan bagi korban tindak terorisme, sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi terkait hak-hak korban.
Acara doa lintas agama ini diharapkan tidak hanya menjadi bentuk penghormatan kepada para korban, tetapi juga momentum bagi masyarakat untuk terus menanamkan nilai cinta kasih dan kedamaian di Pulau Dewata.
Ketua Panitia, Nyoman Sarjana, menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang turut membantu terlaksananya kegiatan tersebut. Ia menegaskan bahwa peringatan tahunan ini penting untuk menjaga semangat perdamaian di Bali dan menunjukkan kepada dunia bahwa pulau ini tetap aman dan damai.
“Kegiatan ini dilakukan setiap tahun untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Bali tetap damai. Tanpa kegiatan seperti ini, siapa yang akan tahu bahwa masyarakat Bali terus menjaga perdamaian,” tutur Sarjana.
Ia juga berharap agar kawasan Monumen Ground Zero Kuta ke depan dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata yang mengusung nilai-nilai perdamaian dan harmoni. “Tanah ini milik Pemerintah Kabupaten Badung, dan kami berharap dapat diwujudkan menjadi Peace Park sebagai simbol ketenangan dan pengingat bahwa kekerasan tidak membawa apa pun selain duka,” ujarnya.
Peringatan 23 tahun Bom Bali tersebut juga dihadiri oleh berbagai pihak penting. Gubernur Bali bersama perwakilan Konsulat Australia, Jepang, dan Inggris turut hadir memberikan penghormatan. Perwakilan dari BNPT, LPSK, Polda Bali, Dinas Sosial, DPD RI Arya Wedakarna, serta anggota DPRD Badung Puspa Negara juga tampak hadir dalam kegiatan tersebut. (MBP)