Perselisihan Keputusan Perusahaan, Picu SPM PT APS Gelar Aksi Mogok Kerja Selama Tiga Hari

Perundingan Bipartit, di ruang rapat Lantai 3 kantor PT Angkasa Pura Support cabang Denpasar, Jumat (9/8). (ist).
MANGUPURA – baliprawara.com
Perselisihan terkait keputusan perusahaan yang dianggap merugikan pekerja, kembali mencuat. Kali ini, akibat tidak adanya kesepakatan antara perusahaan dengan pekerja, memicu rencana mogok kerja, Serikat Pekerja Mandiri (SPM) PT Angkasa Pura Supports (APS). Aksi mogok kerja ini, rencananya akan dilakukan selama tiga hari, mulai dari tanggal 19 hingga 21 Agustus 2024.
Menurut Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Regional Bali, Ida I Dewa Made Rai Budi Darsana, aksi ini bukan merupakan aksi demonstrasi. Namun kata dia, ini merupakan aksi industrial yang dilakukan di dalam perusahaan.
Yang mana, menurut Undang-undang, serikat pekerja bila mana terjadi perselisihan di tempat kerja lalu antara kedua belah pihak tidak sepakat atau buntu runding, maka serikat pekerja dapat melaksanakan mogok kerja. “Mogok kerja yang terjadi di APS ini, akibat adanya gagal runding atau buntu runding atas keinginan pekerja,” kata dia Minggu 18 Agustus 2024.
Aksi mogok kali ini kata dia, berbeda dengan aksi sebelumnya yang berkaitan dengan perubahan status kontrak pekerja dari PKWT ke PKWTT. Dia menyatakan bahwa, aksi ini sepenuhnya terkait dengan keberatan pekerja terhadap penyebutan kata “project” dalam Surat Keputusan (SK) yang diterbitkan pada 1 Januari 2022 dengan nomor surat 01/RR/SPMAPS/VIII/2024.
Di mana para pekerja menuntut agar SK tersebut direvisi dengan menghapus kata tersebut untuk memastikan status mereka sebagai karyawan tetap. “Kata project dalam SK karyawan tetap menimbulkan ketidakpastian dan kekhawatiran di kalangan pekerja. Hal ini menjadi persoalan mendasar karena menimbulkan ketidakjelasan status pekerja yang seharusnya sudah permanen,” terangnya.
Kata project dalam SK tersebut dianggap mengindikasikan bahwa status pekerjaan bersifat sementara. Padahal dalam UU Ketenagakerjaan hanya dikenal dua istilah hubungan kerja, yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). “Karyawan tetap ya karyawan tetap, tidak ada embel-embel project,” katanya menambahkan.
Selain itu, masalah lain yang muncul setelah dikeluarkannya SK tersebut, perusahaan tidak membuat perjanjian kerja secara tertulis dengan pekerja, baik yang berstatus kontrak maupun permanen. “Ini menjadi persoalan besar karena dokumen sah yang menyatakan status pekerja PT APS tidak ada, karena tidak ada perjanjian kerja yang dibuat,” tambahnya.
Sebelum pihaknya melayangkan aksi mogok kerja tersebut, perundingan pertama telah dilakukan pada 31 Juli 2024 namun tidak berhasil mencapai kesepakatan. Kedua belah pihak telah menyampaikan alasan masing-masing terkait permintaan penghapusan kata “project” dari SK. Namun, pada perundingan Bipartit kedua yang berlangsung pada 9 Agustus 2024, perusahaan tetap menolak untuk mengakomodir permintaan pekerja. Akibatnya, para pekerja memutuskan untuk melakukan aksi mogok kerja selama tiga hari sebagai bentuk protes.
Sementara itu, Sekretaris Umum SPM APS, AA Gde Dwi Aditya Putra menyampaikan, sekitar 800 pekerja yang tergabung dalam SPM APS akan ikut serta dalam aksi mogok kerja ini. Aksi mogok ini akan melibatkan pekerja dari berbagai bagian operasional di Bandara, termasuk Avsec, ARFF (pemadam kebakaran), AMC, Customer Service, Facility Care, dan Cargo Service.
Dwi Aditya menjelaskan bahwa meskipun aksi mogok akan berlangsung, para pekerja tetap akan hadir di tempat kerja sesuai dengan jadwal shift mereka, namun mereka tidak akan melaksanakan tugas atau pekerjaan apa pun. (MBP)