Prakiraan Dampak Penundaan Skema Tarif AS

 Prakiraan Dampak Penundaan Skema Tarif AS

Oleh Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, S.E.,M.M.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Kamis, 10 April 2025 dini hari, mengumumkan penundaan selama 90 hari terhadap rencana penerapan skema tarif timbal balik yang lebih tinggi. Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap pendekatan diplomatik dari puluhan negara yang menyuarakan kekhawatiran atas dampak kebijakan tersebut terhadap stabilitas perdagangan global. Penundaan ini menimbulkan beragam reaksi dari berbagai pihak, baik dari kalangan pelaku ekonomi, pemerhati perdagangan internasional, maupun negara-negara mitra dagang AS. Secara positif, kebijakan ini memberi ruang bagi negara-negara mitra untuk melakukan negosiasi ulang dan merumuskan kebijakan perdagangan yang lebih adil dan seimbang. Penundaan juga memberikan waktu bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan strategi bisnis mereka, mengurangi tekanan mendadak akibat kenaikan biaya impor, serta menjaga kestabilan harga di pasar global. Dari sisi konsumen, penundaan tarif ini turut mencegah lonjakan harga barang impor, khususnya di sektor teknologi dan manufaktur.
Namun demikian, terdapat pula dampak negatif dari penundaan ini. Ketidakpastian kebijakan dalam periode 90 hari berpotensi menimbulkan spekulasi pasar yang merugikan. Dunia usaha bisa mengalami kebingungan dalam perencanaan jangka menengah, karena tidak adanya kejelasan apakah tarif benar-benar akan diterapkan setelah masa penundaan berakhir. Selain itu, penundaan ini bisa dianggap sebagai langkah politik sementara yang belum tentu mencerminkan niat jangka panjang, sehingga kredibilitas kebijakan perdagangan AS dapat dipertanyakan oleh negara-negara mitra. Investor juga mungkin menjadi lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, mengingat potensi fluktuasi pasar sebagai dampak dari ketidakpastian tersebut.
Bagi Indonesia, penundaan ini memberikan waktu emas untuk memperkuat hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Amerika Serikat. Indonesia bisa memanfaatkan masa 90 hari ini untuk merundingkan kembali perjanjian perdagangan yang lebih menguntungkan, sekaligus memperkuat posisi produk ekspor unggulan seperti tekstil, alas kaki, elektronik, dan produk pertanian agar tidak terkena dampak tarif tinggi. Selain itu, pemerintah dan pelaku usaha dalam negeri dapat menggunakan jeda waktu ini untuk mencari alternatif pasar ekspor, meningkatkan efisiensi produksi, serta memperkuat daya saing produk nasional agar tetap kompetitif di pasar global.
Jika skema tarif timbal balik akhirnya tetap diberlakukan setelah 90 hari, solusi terbaik bagi Indonesia adalah dengan melakukan diversifikasi pasar ekspor ke kawasan Asia, Eropa, dan Timur Tengah guna mengurangi ketergantungan pada pasar AS. Pemerintah juga perlu memperkuat negosiasi bilateral atau multilateral untuk memperoleh perlakuan khusus atau pengecualian tarif bagi produk-produk tertentu. Di sisi lain, dukungan terhadap UMKM, penguatan industri substitusi impor, serta insentif ekspor menjadi strategi penting untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional. Dengan pendekatan diplomatik yang cerdas dan kebijakan domestik yang adaptif, Indonesia dapat mengurangi risiko serta memanfaatkan dinamika global sebagai peluang. (*)

See also  Kembali, Seorang Nenek di Denpasar Dinyatakan Meninggal

Penulis, Dekan Fak. Ekonomi & Bisnis (FEB) Undiknas Denpasar

Redaksi

Related post