Prof. Dibia Rayakan Capaian Kreatif dan Bersyukur 50 Tahun Bertemali Batin

 Prof. Dibia Rayakan Capaian Kreatif dan Bersyukur 50 Tahun Bertemali Batin

Prof. I Wayan Dibia

DENPASAR – baliprawara.com
Asosiasi Seniman Singapadu meluncurkan tiga buku karya Prof. Dr. I Dibia yakni “Gumi Inguh Tan Pasuluh” (puisi Basa Bali), “Temali Batin; Gitakara Panca Dasa Warsa Grhasta” (antologi puisi berbahasa Indonesia) dan “Satu Kapal Dua Cinta” (karya Novel) di Geoks Singapadu, Gianyar, Sabtu 11 Oktober 2025. Acara itu menghadirkan tiga narasumber, dipandu Vanesa Maltida. Narasumber Ni Nyoman Ayu Suciartini membahas novel “Satu Kapal Dua Cinta”, Dewa Gede Windhu Sancaya membahas “Gumi Inguh Tan Pasuluh” dan Jro Penyarikan Eriadi membahas karya “Temali Batin”. Menarik, dalam acara itu, artis kenamaan Indonesia, Jro Happy Salma berkesempatan membaca satu adegan novel “Satu Kapal Dua Cinta”, karya Prof. Dibia.

Suasana peluncuran buku karya Prof. Dibia


Sangat Bermakna

‎Prof. Dibia mengungkapkan, momen peluncuran buku kali ini sangat bermakna, karena bukan hanya merayakan pencapaian kreatif, tetapi juga menjadi ungkapan rasa syukur atas perjalanan rumah tangganya (bertemali batin) yang telah memasuki setengah abad.
‎“Momen ini amat bersejarah bagi saya dan istri. Kami bersyukur bisa menjalani perkawinan selama 50 tahun. Rasa syukur itu saya wujudkan melalui tiga karya sastra terbaru ini,” ujar saat memberi sambutan pada peluncuran dan bedah buku tersebut.

‎Menurutnya, dunia sastra dan seni pertunjukan bukan dua hal yang berbeda, melainkan saling berkelindan. Ia menegaskan bahwa menulis puisi atau novel baginya tak jauh berbeda dengan menata koreografi tari.
‎“Dunia ini berkaitan. Saya menggali peristiwa-peristiwa tari dan menyajikannya dalam format yang lain. Puisi dan novel menjadi ruang untuk mengolah pengalaman seni menjadi ekspresi puitik,” tambahnya.

‎Buku “Gumi Inguh Tan Pasuluh” disebutnya sebagai refleksi kegelisahan seorang seniman terhadap perubahan tata krama di masyarakat modern. Ia menyinggung makin lunturnya penghormatan terhadap orang tua. “Ini hal yang sangat kita sayangkan,” katanya.

‎Sementara itu, novel “Satu Kapal Dua Cinta” merupakan karya fiksi yang berakar dari pengalaman nyata perjalanan kesenian di era 1967. Novel ini menyingkap dinamika kehidupan para seniman yang berkeliling dari NTB hingga NTT dengan sarana terbatas, termasuk tidur di atas kapal barang demi menyajikan pementasan seni.

‎Sedangkan kumpulan puisi “Temali Batin Gitakara Panca Dasa Warsa Grhasta” ditulis dalam waktu relatif singkat—hanya dua bulan—dan berisi 77 puisi yang mengalir spontan dari ingatan dan perenungan mendalam tentang kehidupan rumah tangganya.
‎“Buku ini ditulis sebagai wujud rasa syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia-Nya, kami menjalani kehidupan suami istri yang Bahagia, selama lima dasa warsa, walaupun tak sesempurna yang diimpikan,” ucap Prof. Dibia. (MBP2)

See also  Subsatgas Dokes Ban Ops Polres Bangli, Cek Kesehatan Personel

Redaksi

Related post