Prosesi Mendak Budha Rupang di Vihara Dharmayana Kuta Jadi Simbol Akulturasi Budaya
MANGUPURA – baliprawara.com
Serangkaian upacara melaspas gedung serbaguna di Vihara Dharmayana Kuta, Selasa 14 Januari 2025, ratusan krama dari keluarga besar Banjar Semadi Kuta, mengikuti prosesi mendak Budha Rupang. Prosesi ini digelar dengan diiringi parade budaya menuju Vihara.
Untuk proses mendak Rupang ini menggunakan kereta berbentuk angsa. Karena diyakini hewan angsa dipercaya sebagai hewan yang disucikan yang diyakini bisa mengantar para dewa.
Penanggung Jawab Vihara Dharmayana Kuta, Adi Dharmaja Kusuma, mengatakan, rangkaian proses ini sudah digelar sejak Senin 13 Januari 2025, yakni upacara melaspas atau pembersihan. Upacara melaspas ini dilakukan dengan tradisional Tionghoa secara agama Buddha theravada, yang dipimpin dua Biku, dan selanjutnya secara tradisi hidup Bali, yang dipimpin oleh Rsi Acraya Waisnawa Agni Buda Wisesanata dan Ida Rsi Buda Mahadewi yang sudah dilaksanakan sejak pagi sampai sore hari.
Kemudian kata dia, pada Selasa ini, digelar abhiseka Buddha Rupang di gedung serba guna. Prosesi ini merupakan yang kedua kali.digelar di tempat tersebut, setelah yang pertama awalnya tahun 1988. Setelah itu, karena umat semakin membludak, begitu juga antusias dari keluarga besar Banjar Semadi Kuta. Pembangunan di gedung serbaguna ini merupakan bantuan dana hibah dari pemerintah Kabupaten Badung. “Ini merupakan inisiatif tokoh masyarakat yang juga Ketua DPRD Badung I Gusti Anom Gumanti, diberikan dana hibah dari pemerintah kabupaten Badung,” katanya.
Proses pembangunan di gedung serba guna ini lanjut dia, sudah dilakukan selama 6 bulan sejak bulan Juni 2024. “Hari ini.merupakan Purnama terakhir di tahun baru imlek 2575. Prosesi ini digelar sebelum perayaan Imlek, agar Buda Rupang sudah berdiri di balai Serbaguna Vihara Dharmayana Kuta,” ucapnya.
Dijelaskan, untuk Buda Rupang ini, merupakan Budha Rupang nusantara, karya anak muda Bali dari Mas Ubud. Rupang ini terbuat dari perunggu yang dilapisi prada emas. Memiliki ketinggian 2,18 meter dari teratai sampai gunungannya. Sedangkan untuk tinggi rupang sekitar 1,45 m, dan tinggi altar 1,26 meter.
Sementara itu, Ketua DPRD Badung I Gusti Anom Gumanti, yang turut mengiringi prosesi ini, mengatakan kalau upacara ini merupakan pemersatu, sebagai bentuk akulturasi budaya antara umat Buddha dengan Hindu. Yang mana dalam prosesi ini, Siwa Buddha menyatu dalam satu rangkaian prosesi.
Pihaknya berharap, antara Siwa-Buda ini, menyatu, sehingga bisa menciptakan vibrasi yang sangat luar biasa bagi kelangsungan dari kondisi Kuta. Sehingga ini menjadi sebuah contoh toleransi kedepannya. “Saya berharap bahwa harmonisasi toleransi ini bisa berjalan dengan baik. Saya juga berterimakasih kepada tokoh-tokoh di banjar Dharma Semadi Kuta, sudah mengadopsi pakem pakem Bali dalam setiap prosesi,” ucapnya. (MBP)