Puluhan Tahun Dimanfaatkan Tanpa Izin, Satpol PP Bali Akhirnya Eksekusi Bangunan di Lahan Pemprov  

MANGUPURA – baliprawara.com

Bangunan tanpa izin yang berdiri di lahan milik Pemprov Bali seluas 24 are, di Kelurahan Tanjung Benoa, akhirnya dieksekusi oleh Satpol PP Provinsi Bali, Senin (28/6). Proses eksekusi lahan tersebut melibatkan pihak BPKAD provinsi Bali, Polresta Denpasar, TNI, Satpol PP Kabupaten Badung, Trantib Kecamatan Kutsel, Lurah dan Linmas Kelurahan Tanjung Benoa, kaling dan Desa Adat Tanjung Benoa.

Menurut Kepala Satpol PP Provinsi Bali, Dewa Nyoman Rai Dharmadi, Eksekusi dilakukan atas dasar surat peringatan yang jatuh tempo per tanggal 28 Juni 2021, dimana lahan tersebut adalah hak milik Pemerintah Provinsi Bali yang disewakan kepada pihak PT Genta Buana Lestari, yang selama ini dimanfaatkan oleh Wayan Ranten lebih dari 30 tahun.

 

“Karena sudah disewakan oleh pihak Pemprov kepada pihak kedua (PT Genta Buana Lestari-red), kita berkewajiban menyerahkan lahan itu dalam kondisi yang bersih. Sehingga pihak penyewa bisa memanfaatkan untuk kegiatan usahanya,” Ungkap Dewa Nyoman Rai Dharmadi.

Dewa Rai menilai, lahan yang dimanfaatkan salah satu warga ini, awalnya bersifat sementara. Namun akhirnya berlanjut dengan bangunan permanen. Pihaknya telah melakukan upaya pendekatan kepada Wayan Ranten melalui beberapa tahapan untuk menyamakan persepsi sejak dua minggu yang lalu.

Dalam proses eksekusi, pihaknya mengaku sudah menempuh tahapan sesuai SOP. Baik melayangkan teguran, peringatan, bahkan melakukan mediasi sampai ke DPRD Provinsi Bali. Hal itu dilakukan untuk meminimalisir terjadinya konflik di lapangan, termasuk juga melibatkan desa adat dan kelurahan dalam proses eksekusi tersebut. “Sebenarnya upaya untuk membongkar sendiri sudah dilakukan oleh yang bersangkutan. Jadi barang-barang yang bisa dimanfaatkan telah diamankan yang terkait. Kita membereskan bangunan yang masih ada untuk dibongkar,” ujarnya.

See also  Workshop Penyusunan Kurikulum Unggulan Kedokteran Gigi Pariwisata

 

Selain lahan 24 are tersebut, diakuinya masih ada lahan lain seluas 8 are yang saat ini dimanfaatkan oleh pihak lain. Namun karena hal itu masih berproses, maka eksekusi belumlah sampai menyentuh ke lahan tersebut. Jika nantinya lahan yang ditempati tersebut tidak ada unsur sewa menyewa dengan pemprov, maka terpaksa lahan yang dimanfaatkan oleh salah satu usaha watersport itu nantinya juga akan dibongkar.

Bendesa Adat Tanjung Benoa, Made ‘Yonda’ Wijaya mengaku pihaknya juga ikut menjaga dan mengamankan proses eksekusi lahan Pemprov Bali, atas amanat Gubernur Bali Wayan Koster. Yang mana, semua personil keamanan dari Desa Adat Tanjung Benoa ditempatkan di gedung milik desa adat, guna mengantisipasi hal yang tidak diinginkan terjadi di lapangan. “Syukur proses eksekusi ini berjalan dengan lancar dan tanpa ada hambatan. Petugas sebelumnya jua sudah melakukan koordinasi dengan si pemanfaat lahan, sehingga pihak terkait sudah memindahkan barang miliknya yang dirasa penting, sebelum dilakukan eksekusi,” ungkapnya.

 

Terkait lahan seluas 8 are, sebagai pemangku kepentingan masyarakat, pihaknya berkewajiban memohon untuk digunakan kepentingan desa adat. “Kami berhak juga memohon tanah itu untuk kepentingan-kepentingan di desa adat terutama kegiatan Parahyangan, Palemahan, dan Pawongan,” Katanya.

See also  Eksekutif dan Legislatif, Tandatangani 3 Ranperda Kabupaten Tabanan

Hal tersebut menjadi komitmen desa adat, dimana permohonan tersebut sudah dirapatkan dalam paruman prajuru, paruman 4 banjar, dan paruman agung. Ditegaskannya, saat ini klaim tanah 8 are tersebut sebagai status quo, yang tidak boleh dikomersilkan. “Saya takut nanti imbasnya yang kita mohon kepada Gubernur itu salah dikomersilkan, kita komitmen apa arahan Gubernur jangan diarahkan yang bersifat komersil dulu,” Tegasnya.

Diharapkan permohonan lahan tersebut nantinya difungsikan sebagai lokasi Ngaben Massal yang biasanya dilaksanakan setiap 3 tahun sekali. Karena sebelumnya pihak desa menggunakan tanah peyadnyan laba pura, yang saat ini telah dilakukan pembangunan program TPS 3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle).

Ditambahkan, sebelumnya Made Wijaya mengaku telah bertemu dengan Gubernur Koster untuk membicarakan lahan 8 are tersebut agar diberikan ke Desa Adat. (MBP)

prawarautama

Related post