Ratusan Anak Indonesia, Dipenjara Tak Pantas di Australia

 Ratusan Anak Indonesia, Dipenjara Tak Pantas di Australia

Ali Yasmin, 27 (tengah) didampingi penasehat hukum dan timnya saat memberikan keterangan di Kuta, Jumat (19/1). (ist)

MANGUPURA – baliprawara.com

Penegakan hukum secara tak pantas, terjadi di australia, yang melibatkan sekitar 240 orang anak Indonesia. Ratusan anak ini, dipenjara tak pantas oleh aparat penegak hukum di Australia, karena memasuki wilayah mereka secara ilegal. 

Anak-anak yang merupakan korban human trafficking itu, dimanipulasi usianya dan dimasukan ke dalam penjara orang dewasa. Mereka digabung dengan pelaku narkoba, pedofilia, pembunuhan, dan pelaku kejahatan lainnya. 

Hal ini terungkap setelah salah seorang anak yang ditangkap dan dipenjara tahun 2010, Ali Yasmin (27) melakukan perlawanan secara hukum. Yasmin pada saat itu berusia 14 tahun. Ia ditangkap oleh Polisi Federal Australia bersama dua orang temannya yang juga anak di bawah umur dan satu orang dewasa. Setelah diproses hukum ia divonis bersalah dan dipenjara lima tahun penjara. 

Pria asal Flores Timur, Nusa Tenggara Timur ini, dibantu oleh pengacara Sam Tierney, Colin Singer dan tim dari Ken Cush & Associates yang berkantor di Australia untuk melakukan perlawanan. Perlawanan secara hukum oleh Yasmin bersama para penasehat hukumnya itu membuahkan hasil. Setelah 781 hari di dalam penjara, tepatnya 17 Mei 2012 Jaksa Agung Australia mengumumkan pembebasan Yasmin dari penjara. 

Setelah bebas, tahun 2018 Yasmin melayangkan gugatan kelompok (class action) untuk kompensasi atas dirinya sendiri dan atas nama anak-anak Indonesia lainnya. Akhirnya 22 Desember 2023 Pengadilan Federal Australia memutuskan untuk memberikan uang kompensasi sebesar $27,5 juta dollar Australia.

Ditemui di salah satu tempat di Kuta, Badung, pada Jumat 19 Januari 2024, Yasmin menceritakan pengalamannya ditangkap Polisi Australia. Pria kurus yang kini sudah mempunyai dua orang anak itu mengaku dirinya ditangkap aparat di perairan Australia karena ditipu oleh seseorang asal Sulawesi yang dikenalnya bernama Baso Deng. 

See also  Bebas di Hari Kemerdekaan, Warga Negara Australia Menunggu Dideportasi

Pada tahun 2010, ia ditawari oleh baso Daeng untuk menjadi ABK perahu hantar barang antar pulau di Indonesia dengan gaji Rp 15 juta sekali jalan. Tergiur dengan upah sebesar itu Yasmin yang kala itu masih berusia 14 tahun langsung menerima. 

Singkat cerita dia dipertemukan dengan tiga orang lainnya, yakni Angga, Ari, dan Rudi. Mereka disuruh untuk menjemput salah satu perahu di dekat perairan Australia. Ternyata yang dijemput bukan barang tetapi para imigran pencari suaka dari Afganistan. 

Mereka tidak sadar kalau sudah masuk wilayah perairan Australia. Mereka kaget setelah aparat dari Australia datang menangkap mereka. “Sebenarnya bertindak sebagai kapten saat itu adalah Angga. Tetapi karena usianya masih kecil maka Rudi dikambinghitamkan sebagai kapten. Saat itu saya, Angga dan Ari masih anak-anak,” ungkap Yasmin. 

Setelah ditangkap, diproses hukum, dan dipenjara di Australia Yasmin bertemu dengan anak-anak Indonesia lainnya. Nasib mereka sama. Dipenjara di dalam penjara orang dewasa. Usia mereka dimanipulasi agar mereka dinyatakan sebagai orang dewasa. Padahal kepolisian Indonesia telah mengirim surat kepada Polisi Federal Australia kalau mereka masih anak di bawah umur. 

“Di dalam penjara saya mendapatkan cerita kalau latar belakang kasus mereka sama, yaitu diajak orang tak dikenal untuk bekerja dengan upah besar tetapi ternyata menjemput para imigran pencari suaka di tengah laut. Saya waktu itu baru pertama kali turun dan langsung ditangkap,” lanjut Yasmin. 

Sementara penasehat hukum penggugat Sam Tierney menjelaskan Polisi Federal Australia memanipulasi usia anak-anak asal Indonesia ini seolah-olah sudah dewasa. Tujuannya agar ada efek jerah. Manipulasi itu dengan cara menggunakan metode rontgen pergelangan tangan untuk memprediksi usia kronologis mereka.

See also  Bali Terima Bantuan Ventilator Senilai AUD 261.250 dari Australia

“Penegakan hukum dengan cara seperti ini banyak mendapat pertentangan di Australia kala itu. Kini aturan itu sudah tidak dipakai lagi,” bebernya. 

Ken Cush & Associates saat ini mewakili lebih dari 100 anggota grup dan telah bertemu dengan 80 anggota grup dari seluruh Indonesia. Estimasi jumlah anggota kelompok menurut Pengadilan Federal Australia adalah 240 orang. Meskipun dengan   besarnya jumlah kompensasi yang diberikan, Pemerintah Australia hingga saat ini belum mengakui  bertanggung jawab karena telah memenjaraan anak-anak Indonesia di penjara dewasa. 

“Ratusan orang ini terlibat kasus antara tahun 2007 sampai 2013. Ada sekitar 20-30 orang anak yang telah menjalani vonisnya secara penuh. Kasus ini kita mengadvokasi dari bawah sampai atas. Sayang dari lembaga HAM di Indonesia dan pemerintah Indonesia tidak ada tanggapan serius,” pungkasnya. (MBP)

 

redaksi

Related post