Ratusan SPM APS Gelar Aksi Mogok Kerja, Operasional Bandara Ngurah Rai Dipastikan Tetap Berjalan Normal
MANGUPURA – baliprawara.com
Ratusan anggota Serikat Pekerja Mandiri (SPM) PT Angkasa Pura Supports (APS), melakukan aksi mogok kerja, Senin 19 Agustus 2024. Ratusan massa ini, sebelumnya telah berkumpul di area parkir sepeda motor untuk melakukan mogok kerja pasca tidak adanya kesepakatan antara perusahaan dengan pekerja.
Terkait aksi mogok kerja yang dilakukan, General Manager Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Handy Heryudhitiawan, menegaskan kalau saat ini operasional Bandara tetap berjalan normal. Pihaknya bahkan sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak terutama dengan APS.
“Yang terpenting, bandara tidak boleh terganggu. Astungkara pagi ini atas dukungan kawan-kawan dari berbagai pihak, operasional bandara tetap berjalan normal,” tegas Handy, saat ditemui di kantornya, Senin 19 Agustus 2024.
Saat ini lanjut dia, untuk operasional di Bandara, diisi oleh pegawai organik dan beberapa pegawai lain yang tidak ikut melakukan aksi mogok. “Kita sudah berkoordinasi dengan APS. Responnya, mereka bertanggung jawab dan berusaha memastikan memenuhi,” ucapnya.
Hal senada disampaikan Branch Manager Angkasa Supports (APS) Denpasar, Djoko Setyo P, melalui keterangan tertulisnya. Menurutnya, APS saat ini telah melakukan langkah antisipatif agar Operasional Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar Berjalan Normal.
APS kata dia, juga telah berkoordinasi dan mengkomunikasikan dengan Stakeholder terkait, untuk memastikan semua layanan operasional APS di setiap pos layanan tetap berjalan normal. “Manajemen APS telah melakukan langkah antisipasi dan mitigasi untuk menjaga operasional Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar berjalan dengan normal melayani pengguna bandara,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Serikat Pekerja Mandiri Angkasa Pura Support Denpasar, Made Dodik Satriawan, menyampaikan, aksi ini bukan merupakan aksi demonstrasi. Namun kata dia, ini merupakan aksi industrial yang dilakukan di dalam perusahaan. Yang mana, menurut Undang-undang, serikat pekerja, bila mana terjadi perselisihan di tempat kerja lalu antara kedua belah pihak tidak sepakat atau buntu runding, maka serikat pekerja dapat melaksanakan mogok kerja.
Menurutnya, aksi mogok ini akan dilakukan selama tiga hari, mulai dari tanggal 19 hingga 21 Agustus 2024. “Mogok kerja yang terjadi di APS ini, akibat adanya gagal runding atau buntu runding atas keinginan pekerja,” kata Dodik, saat ditemui di lokasi, Senin 19 Agustus 2024.
Lebih lanjut dikatakan, aksi ini berbeda dengan aksi sebelumnya yang berkaitan dengan perubahan status kontrak pekerja dari PKWT ke PKWTT. Dia menyatakan bahwa, aksi ini sepenuhnya terkait dengan keberatan pekerja terhadap penyebutan kata “project” dalam Surat Keputusan (SK) yang diterbitkan pada 1 Januari 2022 dengan nomor surat 01/RR/SPMAPS/VIII/2024.
Kata project dalam SK tersebut dianggap mengindikasikan bahwa status pekerjaan bersifat sementara. Padahal dalam UU Ketenagakerjaan hanya dikenal dua istilah hubungan kerja, yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). “Karyawan tetap ya karyawan tetap, tidak ada embel-embel project,” katanya menambahkan.
Di mana para pekerja menuntut agar SK tersebut direvisi dengan menghapus kata tersebut untuk memastikan status mereka sebagai karyawan tetap. “Kata project dalam SK karyawan tetap menimbulkan ketidakpastian dan kekhawatiran di kalangan pekerja. Hal ini menjadi persoalan mendasar karena menimbulkan ketidakjelasan status pekerja yang seharusnya sudah permanen,” terangnya.
Selain itu, masalah lain yang muncul setelah dikeluarkannya SK tersebut, perusahaan tidak membuat perjanjian kerja secara tertulis dengan pekerja, baik yang berstatus kontrak maupun permanen. “Ini menjadi persoalan besar karena dokumen sah yang menyatakan status pekerja PT APS tidak ada, karena tidak ada perjanjian kerja yang dibuat,” tambahnya.
Sebelum pihaknya melayangkan aksi mogok kerja tersebut, perundingan pertama telah dilakukan pada 31 Juli 2024 namun tidak berhasil mencapai kesepakatan. Kedua belah pihak telah menyampaikan alasan masing-masing terkait permintaan penghapusan kata “project” dari SK. Namun, pada perundingan Bipartit kedua yang berlangsung pada 9 Agustus 2024, perusahaan tetap menolak untuk mengakomodir permintaan pekerja. Akibatnya, para pekerja memutuskan untuk melakukan aksi mogok kerja selama tiga hari sebagai bentuk protes. (MBP)