Reciki Ungkap Penyebab Bau dari TPST Samtaku Jimbaran ke Warga Sekitar
JAKARTA – baliprawara.com
Baru-baru ini lembaga swadaya masyarakat Nexus3 Foundation mengecam bau busuk dari Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku Jimbaran yang mengganggu warga di sekitar lokasi. PT Reciki Mantap Jaya (Reciki) sebagai pihak pemilik dan pengelola TPST ini, mengungkapkan, bau busuk itu dikarenakan masyarakat sekitar yang tidak mengindahkan terkait waktu pembuangan sampah yang sudah disepakati.
CEO PT Reciki Mantap Jaya, Bhima Aries Diyanto, mengatakan, persoalan bau itu disebabkan karena memang sampah yang dikelola TPST Samtaku Jimbaran itu merupakan sampah rumah tangga. “Sampah rumah tangga yang secara natural ya baunya kan kayak gitu. Tetapi, sebaiknya harus dilihat dulu apa yang menjadi faktor kemudian muncul bau itu,” ujarnya, melalui keterangan tertulis, Kamis 8 Juni 2023.
Dia mengutarakan bau seperti yang dikeluhkan warga sekitar itu, lebih disebabkan karena collection system yang tidak dilakukan secara periodik. Artinya, lamanya truk-truk sampah mengambil sampah-sampah yang sudah menumpuk di masyarakat. “Kalau sampah-sampah rumah tangga itu nggak diambil-ambil, sudah dipastikan sampah-sampah itu akan berbau. Dan jika sampah-sampah yang sudah berbau seperti itu dikumpulkan di TPST Samtaku Jimbaran, sudah bisa dibayangkan baunya itu seperti apa,” tuturnya.
Pada konteks standar pengelolaan sampah, menurutnya, sampah-sampah dari warga itu harus diambil setiap hari dan diolahnya pada hari itu juga. Kemudian, jika rasio sampahnya 10 ton, seharusnya tersedia 4 truk sampah agar bisa mengangkutnya semua. “Tapi faktanya, cuma ada satu kendaraan yang tersedia. Itu yang menyebabkan sampah-sampah warga itu diambilnya 4 hari sekali sehingga sampah-sampah itu sudah memang berbau sebelum dibawa ke TPST,” ungkapnya.
Karenanya, dia berharap adanya tanggung-jawab dari semua pihak agar bisa secara bersama-sama dalam mengelola sampah-sampah tersebut. “Kami sebagai pengelola sebenarnya juga melakukan treatment. Tapi, kalau sampah-sampah dari warga itu tidak dibawa ke TPST setiap hari, itu akhirnya akan menjadikan beban kerja kita lebih tinggi. Kami harus menghilangkan bau di dalam dan lain sebagainya,” ujarnya.
Jika sampah-sampah dari warga dibawanya setiap hari ke TPST, menurut Bhima, dampak yang ditimbulkan pada saat transfer pengangkutan sampai di TPST juga akan minim bau. “Pada prinsipnya kita juga selalu berusaha untuk mengurangi bau dari sampah-sampah itu semaksimal mungkin. Karena, kita kan juga nggak ingin para karyawan kita berurusan sama bau,” ucapnya.
Namun, dia menegaskan bahwa Reciki sebagai operator TPST Samtaku Jimbaran akan selalu memperhatikan keluhan dari warga. “Setiap keluhan masyarakat kita selalu respon. Karena, setiap ada keluhan dan komplain dari masyarakat, itu sebenarnya pemerintah juga turut langsung melakukan supervisi, monitoring, dan lain sebagainya,” tukasnya.
Dia juga mengatakan bahwa dalam menjalankan fungsi untuk mencukupi pengelolaan sampah di TPST Samtaku Jimbaran ini sepenuhnya kepemilikan ada di PT Reciki Mantap Jaya. “Jadi tanggung jawab operation ada di Reciki Mantap Jaya. Jadi, jangan dikait-kaitkan dengan Danone pada konteks operationnya. Karena mereka fungsinya adalah mensupport kita untuk kemudian bisa mengoperasionalkan. Tetapi tanggung jawab operasional tentunya ada di kami bukan di Danone,” katanya.
Selain itu, dia menyampaikan bahwa tidak semua TPST yang dikelola Reciki itu di support Danone. “Kami punya berbagai investor, ada dari Circulate Capital, IPOR. Kami juga bekerja sama dengan local partner. Jadi tidak semua kemudian disupport oleh Danone, tetapi pioneer investor kami memang Danone,” tuturnya.
Publik Relation Reciki, Adi, menambahkan bahwa dalam setiap perjanjian itu, Reciki sudah mencantumkan agar sampah itu setiap hari harus dibawa ke TPST. Tapi dalam prakteknya di lapangan, lanjutnya, ada jasa pengangkut sampah swasta yang memiliki peraturan sendiri. “Jadi, mereka harus menunggu truknya penuh dulu baru membawa sampah-sampah dari warga ke TPST. Artinya, sampah-sampah itu kan sudah berbau dulu. Apalagi akses jalanan menuju TPST itu terbatas. Kalau truk-truk sampah itu datangnya secara bersama-sama, pasti akan terjadi antrian untuk masuk TPST dan hal inilah yang juga menimbulkan bau ke lingkungan warga,” ungkapnya.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik terkait Manajemen dan Pengelolaan Sampah, 81% sampah di Indonesia masih berakhir dalam keadaan belum terpilah. Sebuah penelitian dari Katadata Insight Center (KIC) juga menunjukan 50,8%rumah tangga belum memilah sampah dengan 79% di antaranya menjadikan tidak ingin repot sebagai alasannya. Selain itu Gerakan pilah sampah dari rumah juga masih belum optimal karena keterbatasan sarana pendukung, kesadaran masyarakat dan juga penegakan hukum yang tidak dilakukan. Hal ini tentunya akan menambah berat beban pengelola sampah seperti TPST Samtaku.
Sebelumnya diberitakan, Nexus3 Foundation mendesak Danone-AQUA segera menghentikan dan menutup TPST Samtaku karena telah menghadirkan bau bagi warga di sekitar lokasi. “Kami minta Danone-AQUA berhenti dari meracuni kami dengan plastik beracun,” kata Yuyun Ismawati, aktivis Nexus3 Foundation.
Menurutnya, Danone-AQUA harus menutup fasilitas pengelolaan sampah di lingkungan Anggara Swara tersebut dan mengumumkannya secara publik seperti saat mereka mengumumkan peluncuran proyek tersebut. “Ðanone juga harus bertanggung jawab ikut membersihkan lingkungan di seputaran fasilitas pengelolaan sampah plastik tersebut,” katanya. (MBP/r)