Sanggar Citta Usadhi Suguhkan Arja Klasik di PKB ke-47, Sampaikan Pesan Tentang Kejujuran Hingga Sikap Patriotisme
Penampilan Arja Klasik dari sanggar Citta Usadhi di PKB ke-47, Selasa 24 Juni 2025.(ist)
DENPASAR – baliprawara.com
Sanggar Citta Usadhi, Banjar Gunung Sari, desa Mengwitani, Badung tampilkan suguhan drama tari Arja Klasik pada Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-46, Selasa 24 Juni 2025 malam. Tampil di Kalangan Ayodya, Art Centre, Bali, penampilan duta kabupaten Badung ini sukses membuat ratusan penonton terkesima dengan membawakan cerita Sirnaning Dirada Sungsang.
Cerita ini digarap atau ditulis langsung oleh sang pemimpin sanggar yang juga guru besar ISI Denpasar, Prof. Dr. Desak Made Suarti Laksmi bersama suaminya, I Nyoman Cakra. Naskah ini menceritakan tentang tokoh Made Umbara yang berhasil memenangkan sayembara mengalahkan Raksasa Dorada Sungsang untuk merebut hati Rahaden Galuh.
Rahaden Galuh diceritakan dijadikan tumbal oleh Ratu Pramiswari dari keraton Kastila Manik Ratna untuk Raksasa Dirada Sungsang. Syukurnya Dirada Sungsang belum mau memangsa Rahaden Galuh dan bahkan meninggalkan menyisakan makanan untuknya. Dalam kondisi itu, Galuh berdoa agar Tuhan mengirimkan malaikat penolong. Jika yang menolongnya adalah seorang wanita dia akan dijadikan sebagai saudara teman hidupnya. Namun jika yang menolongnya adalah lelaki, dia akan bersedia untuk mengabdikan hidupnya berbakti untuknya.
Sedangkan, Made Umbara yang sudah menginjak dewasa, disarankan untuk segera mencari pendamping hidup oleh gurunya bernama Ki Dukuh. Made Umbara lalu diminta sang guru untuk menyelamatkan Rahaden Galuh putri, dari kerajaan Swarnakaradwipa dengan cara membunuh Raksasa Dirada Sungsang yang bermukim di Kawah Gohmaya Cambra di Gili Parang Gamping.
Pertarungan pun terjadi dan akhirnya Raksasa dapat dibunuh dengan menggunakan taring permata kalung rahaden Galuh Bernama Motiwirasadi. Akhirnya si Raksasa menemui ajalnya. Sang Raksasa yang penjelmaan kutukan seorang Gandarwa, memang harus ditebus di dunia, akhirnya ia pun berterima kasih sudah menyupat dirinya untuk kembali ke kahyangan.
Dalam perjalanan kembali ke Swarnakara Dwipa dia dihadang oleh prabu Gilingwesi. Pertempuran pun tidak dapat dielakkan. Prabu Gilingwesi percaya pada keyakinan dan penglihatannya bahwa musuhnya sudah mati ditusuk pusaka Liwungpitana pusaka milik Swarnakaradwipa. Dengan pongahnya punggalan Raksasa dirampas dan sang putri diboyong sebagai tanda bukti kemenangannya.
Dihadapan sang Prameswari sang prabu dengan bangga mempersembahkan bukti kesuksesannya. Rahaden Galuh Diah Ratna Juita membeberkan bahwa pembunuhnya bukan sang prabu. Dia merampas dari seorang pengembara dan bila diperkenankan dilakukan perang tanding secara terbuka yang disaksikan oleh rakyat.
Diluar dugaan prabu Gilingwesi muncullah bukti bahwa dia bukanlah pembunuh raksasa yang sesungguhnya. Tidak terima sang raja dipermalukan, perang tanding pun terjadi di Kastila Manik Ratna pusat pemerintahan kerajaan Swarnakaradwipa. Akhirnya sang prabu Gilingwesi Rahaden Warak Worosakara bertekuk lutut dibawah kekuatan Made Umbara yang sesungguhnya adalah Rahaden Anindita Kirtana trah prabu Kenakadwipa.
Prof. Dr. Desak Made Suarti Laksmi selaku penulis naskah mengatakan banyak pesan yang terkandung dalam kisah ini. Mulai dari pesan tentang kejujuran, tentang cinta dan kedudukan hingga tentang sikap patriotisme atau kepahlawanan. ”Pesan yang disampaikan bahwa berapa kejujuran sangat penting dalam kehidupan. Berawal dari kejujuran maka masa depan bangsa ini akan mencapai kemuliaan. Karena dewasa ini kan sulit sekali mencari mana benar. Semua mengaku benar, semua mengaku jujur. Kita tak tau yang mana sebenarnya yang jujur. Pesaannya semua harus waspada,” katanya.
Lebih jauh, persiapan pementasan tersebut dilakukan dari jauh-jauh hari. Pihaknya mempersiapkan mulai dari latihan dan perangkat lainnya sejak awal bulan September 2024 lalu. ”Kami latihan sejak awal September. Dar kurang lebih 30 seniman yang terlibat,” ujar wanita kelahiran Banjar Kawan Manggis, Karangasem, 28 Maret 1959 ini.
”Menariknya seniman yang terlibat, khususnya penari juga didominasi dari kalangan anak muda. ”Seniman yang dilibatkan adalah seniman muda. Bahkan ada juga yang baru tamat SD. Ini karena banyak pemula, makanya kami latihan sejak awal September tahun lalu,” pungkasnya. (MBP/*)