Sanggar Titi Bah Duta Badung Tampilkan Arja Klasik Berjudul “Dempu Awang” di PKB ke-46
DENPASAR – baliprawara.com
Pementasan Arja Klasik Pesta Kesenian Bali ke-46, Kamis 4 Juli 2024, di Art Center Bali, dimeriahkan penampilan dari Sanggar Titi Bah, Banjar Teguan, Desa Punggul Kecamatan Abiansemal. Pada pementasan ini, sanggar Titi Bah yang merupakan duta dari Kabupaten Badung ini, tampil membawakan cerita “Dempu Awang”.
Cerita Dempu Awang ini, ternyata merupakan cerita yang dikutip dari Satua Bali Kuno, yang kemudian dikemas menjadi sebuah pertunjukan arja klasik.
Menurut penuturan Ketua Sanggar Seni Titi Bah, I Gusti Made Sumadi, S.Ag., cerita Dempu Awang ini, mengisahkan tentang Pangeran dari Kerajaan Kahuripan, Raden Mantri. Dalam cerita ini, ia dikisahkan mendapat pawisik dari sebuah mimpi.
Dalam mimpinya itu, ia dikatakan akan bertemu jodohnya dari kerajaan yang diibaratkan dengan bunga cempaka. Dalam mimpi itu disampaikan, apabila ada yang menunjukkan kepadanya, bahwa ada kerajaan yang diibaratkan sebagai bunga cempaka, saat itulah dia akan berubah wujud menjadi monyet, yang bernama Dempu Awang.
Berbekal mimpi itu, Raden Mantri kemudian melakukan perjalanan untuk pencarian jodohnya, dengan menyeberangi lautan. Saat itu, ia bertanya kepada nelayan, dan ditunjukkanlah kepadanya bahwa Kerajaan yang diibaratkan sebagai Bunga Cempaka adalah Kerajaan Daha. Saat itulah Raden Mantri tiba-tiba berubah menjadi seekor Kera Putih yang bernama Dempu Awang. ketika itu, Dempu awang meminta agar dia dijual di pasar Kerajaan Daha.
Sementara itu, Diah Agramanik dari Kerajaan Daha, meminta kepada ibu Suri, agar dicarikan seekor Kera Putih yang bisa bicara seperti manusia agar bisa diajak sebagai teman bermainnya. Sempat mencarikan ke beberapa tempat, Ibu Suri akhirnya berhasil mendapatkan Seekor Kera Putih yang bernama Dempu Awang, di pasar.
Sejak itu, kelakuan Diah Agramanik sangat berubah. Kemana-mana selalu bersama Dempu Awang. Semakin lama, Dempu Awang semakin akrab, bahkan semakin berani kepada raden Galuh.
Di lain pihak Prabhu Metaum, bermaksud meminang Raden Galuh Daha untuk dijadikan Istri. Sesampai di Daha, Betapa kecewanya Prabu Metaum melihat Raden Galuh bersama seekor Kera.
Karena kecewa Prabhu Metaum marah dan ingin membunuh si Kera dan meminta pertanggungjawaban kepada Ibu Suri. Melihat hal itu, ibu Suri kemudian marah dan Menyeret Dempu Awang dari Kamar Raden Galuh, untuk di bunuh.
Untuk pementasan ini, Sumadi mengungkapkan, persiapan telah dilakukan selama 6 bulan, dari Januari sampai Juni. Untuk pementasan ini, pihaknya melibatkan sebanyak 26 seniman, yakni 14 orang penari dan 12 orang penabuh. “Melalui pementasan ini, harapan kami kedepan terutama bagi generasi muda, agar bisa mencintai pertunjukan arja atau pertunjukan tradisional. Selain untuk melestarikan, juga untuk dikembangkan kepada siapa saja,” harapnya.
Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Badung, Gde Eka Sudarwita, mengaku sangat bangga dengan apa yang sudah disuguhkan oleh sanggar seni Titi Bah yang membawakan Arja klasik. Apalagi kata dia, para pemain arja klasik ini adalah seniman muda yang sangat bertalenta. Sehingga mampu memukau penonton dengan garapan yang apik.
“Ini betul-betul membuat arja sebagai kesenian tradisi yang mulai diminati kembali. Tentu dengan improvisasi, baik itu dialog, gerak, koreo. yang menjadikan arja klasik ini bisa lebih menarik dan diminati. Kami berharap, ke depan semoga bisa terus berkembang dan bisa terus digali potensinya, sehingga menjadikan kesenian arja klasik ini bisa diminta kembali oleh masyarakat,” harapnya. (MBP)