SE Gubernur Bali Nomor 19 Tahun 2025, Masyarakat Dilarang Pelihara Monyet Ekor Panjang

 SE Gubernur Bali Nomor 19 Tahun 2025, Masyarakat Dilarang Pelihara Monyet Ekor Panjang

Monyet ekor panjang.

DENPASAR – baliprawara.com
Pemerintah Provinsi Bali resmi mengeluarkan Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 19 Tahun 2025 tentang Himbauan untuk Tidak Memelihara Monyet Ekor Panjang (MEP). Kebijakan ini hadir sebagai langkah pencegahan terhadap potensi konflik satwa liar, risiko penyakit rabies, hingga ancaman zoonosis, yaitu penularan penyakit antara hewan dan manusia.

Dalam beberapa tahun terakhir, keberadaan MEP yang dipelihara masyarakat di sejumlah wilayah Bali mulai menimbulkan kekhawatiran. Terutama terkait keselamatan, kesehatan manusia, kesehatan satwa, serta dampak lingkungan. Selain itu, keberadaan Bali sebagai destinasi wisata dunia juga menjadi pertimbangan penting agar citra daerah tetap mencerminkan kepedulian terhadap kesejahteraan satwa.

Setelah melalui pembahasan bersama sejumlah instansi terkait, termasuk Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Biro Hukum Setda Provinsi Bali, Balai KSDA Bali, akademisi, pemerhati satwa, serta berbagai lembaga konservasi, keputusan untuk menerbitkan surat edaran tersebut akhirnya ditetapkan secara resmi.

Beberapa poin pertimbangan yang melandasi kebijakan ini antara lain:

Status konservasi MEP
Monyet Ekor Panjang merupakan satwa liar yang tidak dilindungi di Indonesia, namun masuk dalam Appendix II CITES. Artinya, segala bentuk pemanfaatan dan perdagangannya wajib berada dalam pengawasan ketat untuk mencegah potensi menuju kepunahan.

Risiko kesehatan
MEP dikategorikan sebagai Hewan Penular Rabies (HPR) dan memiliki potensi zoonosis. Faktor ini membuatnya tidak direkomendasikan sebagai hewan peliharaan.

Kondisi di masyarakat
Adanya praktik pemeliharaan MEP di beberapa wilayah Bali dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik, baik terhadap manusia maupun satwa lain, sekaligus memicu risiko kesehatan dan kesejahteraan.

Citra Bali sebagai destinasi wisata
Provinsi Bali dinilai perlu menunjukkan komitmen dalam menjunjung nilai kesejahteraan satwa, terutama di tengah maraknya pemberitaan di media sosial mengenai pemeliharaan MEP yang tidak sesuai standar kesejahteraan hewan.

See also  ESF 2022: Increasing the Role of Youth in the Economic Digitalization

Pengelolaan MEP di objek wisata
Tempat-tempat wisata seperti Monkey Forest, Alas Kedaton, dan Uluwatu yang menggunakan MEP sebagai daya tarik dinilai memerlukan pengaturan populasi serta interaksi satwa dengan pengunjung agar tetap aman.

Kebijakan ini merupakan bentuk dukungan nyata terhadap perlindungan satwa liar, khususnya MEP di wilayah Bali. Gubernur Bali, Wayan Koster, menegaskan bahwa pemerintah daerah berkomitmen mendukung langkah-langkah pelestarian serta pengendalian pemeliharaan satwa yang berpotensi menimbulkan masalah bagi masyarakat.

Kepala BKSDA Bali, Ratna Hendratmoko, menyampaikan bahwa diterbitkannya Surat Edaran Gubernur Bali menjadi langkah konkret pemerintah daerah dalam memperkuat perlindungan satwa liar. Menurutnya, koordinasi dengan berbagai pihak telah dilakukan guna memastikan kebijakan ini berjalan efektif dan memberikan dampak positif bagi masyarakat maupun satwa.

Melalui surat edaran tersebut, masyarakat Bali dihimbau untuk tidak memelihara Monyet Ekor Panjang karena satwa ini tidak lazim dipelihara dan dapat membahayakan pemilik. Selain risiko serangan agresif, MEP juga memiliki potensi menyebarkan rabies serta penyakit lainnya.

“Bagi warga yang saat ini masih memelihara MEP, pemerintah menyediakan fasilitas penyerahan satwa melalui BKSDA Bali. Masyarakat dapat menghubungi call center BKSDA Bali di nomor 081246966767 untuk melakukan pengalihan atau penyerahan MEP yang mereka pelihara,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Kamis 27 November 2025.

Satwa yang diserahkan kata dia, nantinya akan menjalani proses rehabilitasi sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya. Proses rehabilitasi ini dilakukan melalui kerja sama dengan Yayasan Jaringan Satwa Indonesia dan Yayasan Pecinta Alam dan Kemanusiaan.

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali turut memberikan dukungan atas diterbitkannya Surat Edaran Nomor 19 Tahun 2025. Kepala Dinas, I Wayan Sunada, menghimbau masyarakat agar tidak memelihara MEP karena selain dapat membahayakan warga lainnya, hewan ini juga memiliki potensi agresif yang dapat menimbulkan luka hingga penularan rabies.
Ia juga menegaskan bahwa penetapan surat edaran tersebut menjadi pengingat penting bagi masyarakat Bali mengenai risiko yang dapat muncul akibat pemeliharaan satwa liar di lingkungan rumah.

See also  Duatmika di Santrian Art Gallery, Teringat Makepung, Joki dan Masa Kecil

MEP yang diserahkan oleh masyarakat kepada BKSDA Bali akan menjalani pemeriksaan oleh dokter hewan untuk memastikan kesehatannya sebelum masuk tahap rehabilitasi. Langkah ini bertujuan untuk memulihkan perilaku alami satwa sehingga dapat kembali hidup di habitat aslinya tanpa ketergantungan pada manusia.

BKSDA Bali menyampaikan bahwa kegiatan rehabilitasi dilakukan secara terstruktur dan melibatkan lembaga-lembaga yang berkompeten di bidang konservasi. Dengan demikian, upaya pelestarian MEP diharapkan dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan. (MBP)

 

redaksi

Related post