Sembilan Remaja Putri Ikuti Lomba Dharmawacana Berbahasa Bali UDG XXXIII, Sampaikan Nilai Kebajikan dengan Bahasa Indah

 Sembilan Remaja Putri Ikuti Lomba  Dharmawacana Berbahasa Bali UDG XXXIII, Sampaikan Nilai Kebajikan dengan Bahasa Indah

UDG – Didampingi tim juri, para Juara lomba Dharmawacana Berbahasa Bali UDG XXXII tampak bangga dan bahagia mewakili daerahnya.

DENPASAR– baliprawara.com
‎Sembilan remaja putri tampil memesona dalam Lomba Dharmawacana Berbahasa Bali serangkaian Utsawa Dharma Gita (UDG) XXXII yang digelar di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali, Senin (27/10/2025). Mereka tak sekadar berbicara, tetapi menyampaikan nilai-nilai kebajikan dengan tutur bahasa yang indah, penuh penghayatan, dan berlandaskan sastra suci.

‎Para peserta, yang mewakili kabupaten dan kota se-Bali, bergiliran menyampaikan wejangan suci dengan memadukan empat unsur utama dalam dharmawacana: wicara (isi/topik), wiraga (gerak tubuh), wirama (intonasi), dan wirasa (penghayatan). Hasilnya, sembilan gadis remaja itu berhasil memukau penonton dan dewan juri dengan gaya penyampaian yang sistematis dan menyentuh.

‎Dewan Juri, I Gde Nala Antara, menegaskan bahwa inti dari dharmawacana bukan sekadar kemampuan berbicara, tetapi kemampuan menuntun dengan darma melalui bahasa yang tepat dan penghayatan mendalam.

‎“Bahasa Bali dalam dharmawacana harus lengut, artinya indah dan menyambung. Bukan sekadar pidato biasa. Teknik penyampaiannya berbeda karena menyentuh sisi spiritual,” ujarnya.

‎Menurutnya, penyampaian dharmawacana yang baik dapat meneduhkan suasana dan menuntun pendengar menuju kebijaksanaan. Namun ia juga mengingatkan bahwa sebagian peserta masih terbawa emosi khas remaja dan perlu memperkuat pemahaman terhadap teks suci agar pesan dharma tersampaikan secara utuh.

‎Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana itu menambahkan, kegiatan dharmawacana perlu terus digalakkan di berbagai tempat—baik di sekolah, kantor, maupun pura—guna membangun kesadaran spiritual generasi muda Bali.

‎“Minat anak muda terhadap kegiatan budaya seperti ini mulai menurun. Maka dharmawacana harus sering digelar agar mereka semakin dekat dengan akar budaya dan ajaran dharma,” tambahnya.

‎Sementara itu, Dewan Juri lainnya, I Gusti Lanang Subamia, memberikan sejumlah catatan penting bagi peserta, terutama dalam penggunaan bahasa Bali yang sesuai dengan uger-uger (kaidah) yang benar. Ia menyoroti kesalahan pelafalan dan pemilihan kosakata yang masih terpengaruh struktur bahasa Indonesia.

‎“Misalnya kata panureksa mestinya dibaca penureksa. Ada juga yang memakai kata bumi, padahal halusnya jagat. Ini penting diperhatikan agar dharmawacana lebih berwibawa dan berestetika,” tegasnya.

‎Meski begitu, dewan juri mengapresiasi seluruh peserta yang dinilai tampil dengan persiapan matang dan semangat tinggi. “Seorang pendharmawacana sejati adalah mereka yang membuat pendengar tergerak mengamalkan wejangan yang disampaikan,” imbuh Subamia.

‎Dari hasil penilaian, Kabupaten Badung berhasil meraih Juara I, disusul Karangasem sebagai Juara II, dan Kota Denpasar di posisi Juara III.

‎Selain lomba dharmawacana remaja putri, pada hari yang sama juga digelar beberapa cabang lomba lainnya, seperti Membaca Sloka Dewasa Putra, Menghafal Sloka, Membaca Geguritan Anak dan Remaja, serta Dharmawacana Dewasa Putri. Sebagai selingan, pengunjung disuguhkan pertunjukan wayang kulit di Gedung Ksirarnawa.

‎Kegiatan ini menjadi bukti nyata bahwa bahasa dan budaya Bali tetap hidup dan berkembang melalui generasi muda yang berani berdharmawacana — menyampaikan kebajikan dengan hati dan suara yang meneduhkan. (MBP2)

See also  "Dewan Bares" Serahkan Bantuan untuk Aci di Pura Penataran Desa Adat Rendang

Redaksi

Related post