Sempat Diizinkan, MDA Bali Akhirnya Tiadakan Pawai Ogoh-ogoh Tahun Ini

 Sempat Diizinkan, MDA Bali Akhirnya Tiadakan Pawai Ogoh-ogoh Tahun Ini

Ogoh-ogoh dari banjar Geladag, Pedungan, Denpasar.

DENPASAR – baliprawara.com

Antusias Yowana atau pemuda-pemudi di masing-masing desa di Bali, untuk merayakan hari raya Nyepi sempat kembali bergairah, pascadiizinkannya pembuatan dan pengarakan ogoh-ogoh oleh Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali pada bulan Desember tahun 2021. Yakni melalui SE Nomor : 009/SE/MDAPBali/XII/2021, tertanggal 22 Desember 2021 yang menegaskan bahwa pembuatan dan pawai ogoh-ogoh agar tetap mencermati kondisi dan situasi penularan gering tumpur agung Covid-19, dan memastikan sudah dalam kondisi yang melandai serta tidak ada kebijakan baru pemerintah pusat maupun pemerintah daerah terkait dengan pembatasan aktivitas.

Namun, setelah berjalan dua bulan, dengan mempertimbangkan lonjakan kasus Covid-19 di Bali, MDA kembali mengambil keputusan dengan mengeluarkan surat edaran (SE) no 104/MDA-Prov Bali/II/2022 . Dengan pertimbangan bahwa kasus Covid-19 yang diperkirakan belum akan melandai sampai dilaksanakan serangkaian kegiatan Hari Suci Nyepi, Tahun Baru Saka 1944. Dalam SE yang ditandatangani Bandesa Agung, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet pada Jumat 11 Februari 2022, menyebutkan, kasus Covid-19 justru meningkat kembali secara ekstrem dan bersamaan dengan itu juga telah ada kebijakan baru dari pemerintah pusat dan daerah. Seperti, status Bali dinaikkan dari PPKM Level 2 menjadi Level 3, dan kembali diberlakukannya pembatasan kerumunan, maka dengan sendirinya berarti pawai ogoh-ogoh saat Pangerupukan yang berkaitan dengan rangkaian hari suci Nyepi nanti, tidak dilaksanakan. 

 

Rangkaian kegiatan melasti dan tawur kesanga dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut; bagi desa adat yang wewidangannya berdekatan dengan segara, melasti di pantai; bagi desa adat yang wewidangannya berdekatan dengan danu, melasti di danau; bagi desa adat yang wewidangannya berdekatan dengan campuhan, melasti di campuhan; desa adat yang memiliki beji dan/atau Pura Beji, melasti di beji; desa adat yang tidak melaksanakan melasti dapat melasti dengan cara ngubeng atau ngayat dari pura setempat.

Selain itu, membatasi jumlah peserta yang ikut dalam prosesi upacara melasti yakni paling banyak 50 orang. Dilarang memakai atau membunyikan petasan dan sejenisnya. Bagi krama desa adat yang sakit atau merasa kurang sehat, agar tidak mengikuti rangkaian upacara dan melaksanakan Catur Brata Panyepian dengan penuh rasa sradha bhakti. (MBP)

 

redaksi

Related post