Sengketa Tanah di Badak Agung, Peralihan Hak SHM 1565 Diduga Menggunakan Kuasa 101 Bodong

Suasana sidang sengketa tanah di Badak Agung (foto atas), dan I Ketut Kesuma, SH., menunjukkan dua akta yang isi keduya berbeda.(ist)
DENPASAR – baliprawara.com
Sengketa tanah Pelaba Pura Puri Satria di kawasan Badak Agung, Denpasar, disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Senin 6 Mei 2024. Adapun agenda persidangan kali ini, untuk melakukan uji barang bukti yang dihadirkan, yakni dua akta kuasa nomor 101. Menariknya pada persidangan ini, justru mengungkap sejumlah kejanggalan berkaitan dengan barang bukti yang dihadirkan.
Menurut I Ketut Kesuma, SH, selaku Kuasa Hukum AA. Ngurah Mayun Wiraningrat, putra almarhum Cokorda Ngurah Jambe Pemecutan dari Puri Agung Denpasar, dalam persidangan ini, terungkap adanya sejumlah kejanggalan. Salah satu kejanggalan yang terungkap, terlihat dari bukti akta tanah yang diajukan tergugat 1 dan tergugat 2.
Dikatakan Kesuma, perbedaan yang pertama, di dalam akta kuasa 101 yang merupakan akta kuasa untuk proses jual beli terhadap SHM 1565. Ia melihat ada keanehan, dimana dalam satu objek tanah terhadap SHM 1565 ini, ada dua akta kuasa, yang masing-masing isinya berbeda. “Ini lah yang digunakan Nyoman Suarsana Ardika melalui notaris Hendra Kusuma, dan didaftarkan ke BPN,” katanya saat ditemui, Senin 6 Mei 2024.
Perbedaan yang dapat dilihat, pertama di dalam akta kuasa 101 ini, pihak cok rat dan kawan kawan sebagai pihak pertama pemberi kuasa. Sementara Nyoman Suarsana Ardika disebutkan, sebagai pihak pertama penerima kuasa. Sedangkan untuk posisi Nyoman Suarsa Ardika ini juga tidak jelas.
Yang kedua, di dalam akta 101 yang digunakan sebagai peralihan hak terhadap SHM 1565 ke BPN Kota Denpasar, yang sangat jelas perbedaanya. Karena ini akta kuasa, disini pihak pertama penjual, yakni pihak Cok Rat dan kawan kawan. Sedangkan Nyoman Suarsana Ardika, tidak disebutkan sebagai apa, hanya tercantum khusus untuk dan atas pemberi kuasa.
Ia mempertanyakan, apa kapasitas dari Nyoman Suarsana Ardika ini. Terhadap kejanggalan dari akta 101 ini, pihaknya bahkan sudah menanyakan kepada notaris Iwan Setiawan. Dari keterangan notaris dimaksud, menjelaskan kalau itu bukan produk darinya. Akta yang asli kata dia, yang bukan akta dari Tergugat.
Selain kejanggalan itu, perbedaan lain kata dia, notaris Iwan Setiawan mengatakan kalau untuk membubuhkan stempel, pihaknya tidak pernah membubuhkan di posisi bawah akta. Namun, setiap produk yang dihasilkannya, stempel biasanya dibubuhkan di posisi atas.
Dari persidangan Itu, Iwan Setiawan juga sudah membawa 3 bukti akta. “Dua akta kuasa 101 yang dipakai dasar untuk proses Peralihan Hak SHM 1565 Tanah Pelaba Pura Tanah Badak Agung, diduga ada mafia tanah di BPN Kota Denpasar menggunakan Kuasa 101 Bodong,” yakinnya.
Melihat dari proses dengan bukti akta ini, pihaknya menduga ada mafia tanah pada kasus ini. Untuk itu, pihaknya akan bersurat dan mengajukan keberatan ke BPN. Sehingga kementerian ATR bisa menindaklanjuti dan bisa turun ke BPN Denpasar. “Saya menduga ada mafia tanah di kasus ini. Hal itu bisa dilihat dari barang bukti yang digunakan tergugat,” katanya. (MBP)