Siat Geni Desa Adat Tuban, Melebur Segala Sifat Negatif atau Buruk

 Siat Geni Desa Adat Tuban, Melebur Segala Sifat Negatif atau Buruk

Tradisi Siat Geni, Desa Adat Tuban, Senin 10 Oktober 2022.

MANGUPURA – baliprawara.com

Bali tak hanya dikenal dengan sebutan pulau seribu pura, namun Bali juga layak disebut dengan pulau seribu tradisi. Pasalnya, di Bali, banyak memiliki tradisi warisan turun-temurun, yang hingga kini masih tetap dijaga dan dilestarikan.

Salah satunya seperti tradisi Siat Geni atau Perang Api yang digelar Desa Adat Tuban, Kecamatan Kuta, Badung. Tradisi yang telah diwarisi sejak turun-temurun ini, masih tetap dipertahankan dan dikenalkan pada generasi muda. 

Menurut Bendesa Adat Tuban,  I Wayan Mendra, tradisi Siat Geni yang diperkirakan telah ada sejak abad ke 14 ini, memiliki makna sebagai simbol untuk menghancurkan atau melebur segala hal yang bersifat negatif atau buruk di desa. Dengan harapan, setelah prosesi ini, masyarakat Desa Adat Tuban akan diberikan kesehatan dan  kesejahteraan.

“Siat Geni ini digelar untuk menyambut Kala Geni Rudra, untuk menetralisir, menghancurkan atau mempralina segala aura negatif atau aura buruk di desa. Termasuk sasab mrana, penyakit dan berbagai masalah yang ada di desa,” kata Mendra saat ditemui usai kegiatan, Senin 10 Oktober 2022, di Pura Dalem Kahyanga, Desa Setempat.

 

Perang api ini dimaksudkan untuk menyambut pengawal dewa dewi yang disebut Kala Geni Rudra. Menurutnya Kala Geni Rudra ini, memang diyakini sangat menyukai api. “Ini merupakan persyaratan yang harus atau wajib kami laksanakan dengan maksud untuk menyambut kedatangan buta Kala Geni Rudra,” jelasnya.

Lebih lanjut dikatakan, Siat Geni yang dilaksanakan di Pura Dalem Kahyangan Desa Adat Tuban ini, serangkaian dengan petirtaan atau piodalan, bertepatan dengan Purnama Kapat dalam kalender Bali, Senin 10 Oktober 2022.

See also  Tingkatkan Pelayanan kepada Konsumen, PDAM Badung Efektifkan Layanan "One Day Service"

Tradisi Siat Geni ini, tidak hanya sekedar memainkan siat begitu saja. Namun menurutnya, juga digelar ritual sebelumnya. Para peserta dari yowana Sari Pertiwi Santhi dan Buana Kusuma, hadir menyatu menjadi satu himpunan yang disebut pemuda tuban. Dalam hal ini, pihaknya tidak ingin tidak membedakan pemuda dari suatu Banjar atau Yowana. Namun semua ngaturang ayah dan berbaur menjadi satu. 

 

Namun demikian, ada hal yang harus diperhatikan para peserta. Diantaranya adalah, peserta yang ikut, harus dalam keadaan suci, tidak sedang dalam kesebelan atau cuntaka. “Intinya peserta ini dalam keadaan suci atau tidak cuntaka. Dalam arti tidak memiliki kesebelan atau ada keluarga meninggal. Begitu juga untuk mereka yang baru memiliki bayi yang belum berumur 1 bulan 7 hari,” ucapnya. 

Terkait teknis pelaksanaan Siat Geni, dijelaskannya, para pemuda ini, bersama-sama mengikuti prosesi persembahyangan terlebih dahulu. Setelah melakukan persembahyangan, Pemangku Gede Pura Dalem Kahyangan kemudian melakukan ritual ngaturang piuning untuk nedunang Kala Geni ini. Setelah Kala Geni turun, barulah perang ini dimulai. Untuk diketahui,  perang api ini sebenarnya dilakukan oleh Kala Geni ini. Namun dalam dunia nyata, dilakukan oleh warga.

Dalam pelaksanaanya, para Pemuda ini dibagi menjadi dua kelompok, yakni di bagian Utara dan Selatan. Pemuda ini kemudian mengambil serabut kelapa yang dibakar. Dengan aba-aba, kedua kelompok ini maju saling “berperang” dengan serabut kelapa yang telah menyala hingga tercipta percikan api. Ritual ini dilakukan selama kurang lebih satu jam yang dimulai sekitar pukul 20.30 Wita.

See also  Bakti Sosial FMIPA Unud Angkat Tema Abirama Darmalaksana

Biasanya ada seorang Saye (wasit) yang bertugas, agar para peserta bisa bermain fair. “Karena namanya Siat Geni, Maka yang diperangi adalah api dengan api, buka api dengan orang nya. Selama ini, setelah proses Siat Geni ini, para peserta terbukti tidak ada yang mengalami luka akibat api ini,” katanya meyakinkan. (MBP1)

 

redaksi

Related post