Siat Sarang Desa Selat, Simbol Perang Melawan Kekuatan Jahat pada Diri Manusia
AMLAPURA – baliprawara.com
Bali yang dikenal dengan pulau Seribu Pura, juga memiliki sejumlah tradisi unik. Seperti salah satunya, siat atau perang sarang yang rutin digelar di Desa Adat Selat, Kabupaten Karangasem. Untuk tahun ini, ritual tersebut kembali digelar, Senin 31 Januari 2022, di pertigaan desa setempat yang berlokasi di sebelah utara Pura Bale Agung.
Menurut Kelian Ngukuin Desa Selat Jro Mangku Wayan Gede Sutika, ritual ini dilaksanakan secara turun temurun. Yang mana, ritual ini merupakan simbol untuk memerangi sifat Bhuta Kala atau kekuatan jahat yang ada pada diri manusia. “Ritual ini memiliki makna untuk memerangi sifat jahat yang ada pada diri kita sendiri,” kata Jro Mangku Sutika saat ditemui di lokasi kegiatan.
Prosesi Ritual ini, mulai dilakukan sekitar pukul 17.00 Wita, yang diawali dengan pecaruan termasuk juga di rumah masing masing warga. Perang sarang ini menggunakan sarana berupa sarang atau alat untuk membuat jajanan uli yang terbuat dari ron atau daun kelapa. Teknis ritual ini, sarang yang telah dikumpulkan di pertigaan jalan ini, kemudian diberikan kepada masing-masing kelompok. Begitu sarang diberikan, mereka langsung saling serang.
Dua kelompok pemuda yang terlibat ini, merupakan para yowana atau anak remaja desa, dari seluruh Desa Adat Selat. Dari pantauan di lokasi, sebagian dari mereka, ada yang tidak menggunakan baju, dan ada sebagian kelompok yang menggunakan baju.
Ada tiga ronde pada perang sarang ini. Ronde pertama serangan antara kelompok dari utara dan selatan, serangan kedua dari barat dan timur, sementara serangan yang terakhir adalah penyerang dari barat laut ke timur laut. (MBP1)