“Springs Reflection” Three Codes, Pameran MBKM Seni Murni ISI Denpasar di Living World Denpasar
DENPASAR – baliprawara.com
Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), merupakan model pembelajaran ideal untuk mematangkan potensi seni para mahasiswa. Dengan ‘’berguru’’ kepada para seniman di luar kampus, mahasiswa diharapkan makin termotivasi dan terinspirasi, yang kemudian talentanya makin berbinar.
Alhasil, banyak karya seni berbobot yang dihasilkan mahasiswa seni murni ISI Denpasar melalui MBKM tersebut. Karya-karya mereka kemudian dipamerkan kepada khalayak di ground floor Living World Denpasar, bertajuk “Springs Reflection” Three Codes. Pameran selama dua pekan, 13 Juni hingga 30 Juni 2023 mendatang, dibuka Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. I Wayan Kun Adnyana, S.Sn., M.Sn. pada Selasa 13 Juni petang. Hajatan seni ini dimeriahkan art performance by UMBRA dan dance performance by Renfour.
Selain pameran karya, event ini juga dilengkapi dengan artis talk bertajuk ‘’Refleksi Arketif Seniman’’ pada 15 Juni 2023, dan workshop automatic glass painting pada 28 Juni 2023. Pameran yang menampilkan 40 karya lukisan dan 110 karya tiga dimensi ini, dikuratori Putu Durga Laksmi Devi, Presiden BEM ISI Denpasar yang juga mahasiswa seni murni semester akhir.
Mahasiswa yang ikut pameran adalah Kadek Win Mahesa Putra, M. Rafli Ramdhani Nataprawira, I Made Suwardana Tenaya, Komang Yudana Mohammad Haley Athaya, Putu Gede Puspa Yoga, Ni Gusti Ayu Arum Abdini, Apriliana Putri Khairun Nisa, I Komang Krisna Arnawa, I Made Adi Putra Prayoga, I Gusti Nyoman Raharja, I Dewa Gede Wisnu Jayanigrat, Kadek Indra Kusuma Putra, I Made Ricky Setiawan, I Putu Deva Maha Putra, I Wayan Wirtayana, Calvin Galileo Telaumbanua, IA Agung Cintya Kusuma, Putu Aripta Dera Kanta, I Made Pande Cahyadi Putra, I Putu Gede Rindra Mahananda, Gede Agung Nugraha Arya Kepakisan, I Putu Budiana, Nur Warninda Dewi, Ivan Fauzi, I Putu Gede Ivan Ayestha Aprianta dan I Gede Adnyana Putra.
Kurator Durga Laksmi Devi, yang lulusan Sarjana Ilmu Filsafat Hindu di Unhi Denpasar ini mengatakan, metode penciptaan yang beragam menghasilkan konsep visual yang juga beragam. Kecenderungan para peserta pameran berbeda-beda dari segi ide maupun visual estetika. Berangkat dari penggalian ide, konsep visual, hingga proses penciptaan yang beragam, maka pameran bertema “Springs Reflection” yang bermakna “Muara Refleksi” ini, berupaya merangkul seluruh bentuk ekspresi dan kreatifitas para peserta.
Refleksi diri didefinisikan sebagai kapasitas kognitif individu untuk mengobservasi pengalaman berdasarkan perspektif dirinya, dan juga perspektif orang lain, dengan menambahkan pendekatan pameran yakni “Three Codes”. Sebab, ada peserta yang meminjam bahasa tradisi, alam, serta pengalaman pribadi yang ingin diungkapkan.
Tiga kecenderungan peserta muncul berdasarkan apa yang biasa mereka lihat dan lakukan. Misalnya bagi yang terbiasa melihat karya tradisi, maka ide yang tercipta adalah peminjaman garis tradisi. Demikian juga visual akan dibuat tetap sesuai pakem tradisi atau akan dikembangkan sesuai pengalaman pribadinya, melihat fenomena yang kini sedang terjadi. Walaupun tetap meminjam garis tradisi, namun terkait dengan peristiwa terkini, tetap dapat dikatakan sebagai karya kontemporer. Terdapat juga pengaruh pengalaman pribadi yang membuat peserta ingin mengungkapkan apa yang dirasakan.
Kata Durga Laksmi, pameran ini ingin memperkenalkan kepada publik, bahwa seni itu tidak terbatas pada suatu aliran tertentu. Kini, di era kontemporer peserta menampilkan karya-karya yang memiliki metode penciptaan. Dimulai dari penggalian konsep melalui blueprint hingga penggalian konsep visual yakni art blueprint. Ini dijadikan dasar pijakan untuk melakukan eksperimen, sehingga terjadilah penciptaan karya yang berdasarkan pada penelitian yang rigid, serta eksplorasi yang juga penuh dengan eksperimen selama melakukan pembelajaran di mitra masing-masing.
‘’Saya berharap agar metode ini dapat dikembangkan sehingga peserta yang berlatarbelakang mahasiswa seni dapat menjadi seniman akademis yang bisa menciptakan serta mempertanggungjawabkan karya rupa masing-masing,’’ kata Durga.
Di sisi lain, Durga Laksmi melihat, dalam hal ini sebagai bentuk pilihan dari individu kreatif yang merasakan ketertarikan terhadap bentuk yang stabil dan komposisi seimbang. Para peserta menyampaikan nilai-nilai lokal dengan meminjam garis tradisi dan mengkolaborasi sesuai karakteristik masing-masing. Meminjam pendapat Carl Gustav Jung, sisi psikologis yang terpengaruh dengan lingkungannya termasuk budaya, tentu secara alam bawah sadar dapat mempengaruhi kecenderungan seniman dalam menciptakan estetika karya seni sebagai representasi, contohnya ikon alam. Terutama di bidang lukis, yang sering kali meniru atau mengimitasi fenomena visual.
Kecenderungan ini paling familiar bagi masyarakat, sekalipun mereka tidak mempelajari seni. Karena dapat membuat banyak orang merasa percaya diri dalam menilai karya seni, mereka merasa bisa membandingkan secara langsung dengan apa yang ada di alam (realitas). Istilah lain “realisme”, “naturalisme”, dan “objective accuracy”. Mengapa seniman tradisional dan moderen, berupaya mengimitasi apa yang dilihat mata? Karena kejujuran terhadap apa yang dilihat merupakan intisari dari seni sebagai representasi.
Pameran “Springs Reflection” ini memperlihatkan kembali apa yang sudah dipelajari oleh peserta selama MBKM. Yakni, mengenai eksplorasi ide dan medium, sehingga membawa ke dalam relung penggalian, dan dapat ditembus dengan praktik yang intens. Itulah faktor kualitas yang dihasilkan sehingga menciptakan beragam metode dan visual. Apa yang terlihat saat ini adalah pancaran dari kualitas eksplorasi peserta yang berkesempatan meriset, mengalami proses, dan sharing dengan seniman di tempat mereka magang ataupun project independen. (MBP2)