Sugihan Jawa-Bali, “Amrayascita Buana Agung lan Buana Alit”

 Sugihan Jawa-Bali, “Amrayascita Buana Agung lan Buana Alit”

DENPASAR – baliprawara.com

Setiap enam bulan sekali, umat Hindu merayakan Hari Suci Galungan dan Kuningan. Tahun 2025 ini, Hari Raya Galungan jatuh pada Rabu 23 April dan Hari Raya Kuningan Sabtu, 3 Mei 2025.
Sebelum hari raya kemenangan dharma melawan adharma ini tiba, ada rangkaian hari suci yang digelar umat Hindu. Hari-hari suci itu memiliki makna penting bagi umat Hindu sendiri dan alam lingkungan.
Enam hari menjelang Galungan, umat Hindu melaksanakan ritual keagamaan yang dinamakan Sugihan Jawa. Kemudian keesokan harinya atau lima hari menjelang Galungan, umat Hindu menyelenggarakan upacara Sugihan Bali.
Lalu apa makna kedua Sugihan tersebut?
Rektor Universitas Hindu Negeri (UHN) Gusti Bagus Sugriwa, Prof. Dr. IGN Sudiana menyampaikan, Sugihan Jawa dan Sugihan Bali, merupakan dua upacara yang berbeda, tetapi memiliki makna yang penting bagi umat Hindu dan alam semesta.
Sugihan Jawa adalah upacara pembersihan dan penyucian alam semesta (makrokosmos) yang dilakukan umat Hindu, khususnya suku Jawa dan Bali.
“Sugihan Jawa juga sebagai simbol pengembalian kesucian setelah enam bulan alam dianggap mengalami kekotoran dari berbagai peristiwa, baik disebabkan oleh manusia maupun alam itu sendiri seperti diuraikan dalam Lontar Sundarigama sebagai “amrayascita bhuana agung”. Sugihan Jawa juga memiliki makna sebagai upaya untuk mengembalikan kesucian dan keseimbangan dalam diri dan lingkungan,” ujar Prof. Sudiana yang mantan Ketua PHDI Bali ini, Rabu (16/4).
Ditambahkan, Sugihan Jawa juga bisa dimaknai sebagai laku penghormatan umat terhadap Para Dewa, Bhatara-bhatari dan leluhur yang diyakini dapat memberikan anugerah dan perlindungan sekala niskala.
Sedangkan Sugihan Bali, kata Prof. Sudiana, merupakan upacara pembersihan dan penyucian diri sendiri (mikrokosmos) sebagaimana dimuat dalam Lontar Sundarigama “amrayascita buana alit.” Upacara ini dilakukan pada hari Jumat atau Sukra, lima hari sebelum Hari Raya Galungan.
“Sugihan Bali bermakna sebagai pembersihan dan penyucian terhadap anggasarira atau diri sendiri. Atau penyucian “kaya wak mwang manah” (perilaku, ucapan dan pikiran.), ” ujarnya.
Sugihan Bali juga memiliki makna sebagai upaya untuk mengembalikan keseimbangan angga sarira agar selaras dengan alam dan lingkungan. Juga sebagai bentuk penghormatan terhadap Dewa dan Bhatara yang diyakini dapat memberikan anugerah dan perlindungan sekala dan niskala.
Jadi, Sugihan Jawa dan Bali memiliki makna sebagai upaya penyelarasan antara bhuana alit dengan buana agung. Atau keharmonisan antara manusia dengan alam semesta — hita ikang bhuana.
Kedua upacara ini diyakini dapat membantu mengurangi dampak negatif dari kegiatan manusia terhadap alam semesta. Dan, dapat meningkatkan kesadaran umat Hindu tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam dan lingkungan.
“Sugihan Jawa dan Sugihan Bali tak hanya laku ritual semata. Tetapi memiliki makna yang penting bagi umat Hindu dan alam semesta,” pungkasnya. (MBP2)

See also  Astra Dukung B20 Summit Dorong Pemerataan Akses dan Kualitas Pendidikan

Redaksi

Related post