Sutjipto Adi Pameran Tunggal di Titik Dua Ubud, Sajikan Dua Dekade Evolusi Seni

 Sutjipto Adi Pameran Tunggal di Titik Dua Ubud,  Sajikan Dua Dekade Evolusi Seni

Sutjipto Adi (kiri) dan Surya Darma.

UBUD – baliprawara.com

Titik Dua Ubud di Jalan Raya Mas, Ubud, Gianyar dengan bangga mempersembahkan pameran tunggal perupa senior Sutjipto Adi, bertajuk “Vibration”.
Pameran akan dibuka Tantowi Yahya, tokoh publik yang dikenal sebagai budayawan dan duta besar, pada Minggu, 10 Agustus 2025 pukul 17.00 Wita.
Pameran yang akan berlangsung hingga 31 Agustus 2025 ini, menyajikan dua dekade evolusi seni yang merangkum jejak pencarian batin, spiritualitas, dan intensitas visual dalam garis dan warna yang mendalam karya-karya Sutjipto Adi.

Pameran ini mengangkat garis sebagai unsur utama. Garis, bagi Sutjipto, bukan sekadar bentuk formal yang menghubungkan dua titik, melainkan resonansi rasa, denyut spiritual, vibrasi batin. Ia menjelma sebagai bahasa visual yang menembus ruang tak kasatmata, sarat makna dan energi.

Sutjipto Adi, perupa kelahiran Desa Kalisat, Jember, 31 Agustus 1957 ini telah menapaki jalan kesenian dengan ketekunan dan konsistensi nyaris asketik. Ia menempuh pendidikan di STSRI ASRI Yogyakarta (kini ISI Yogyakarta) pada 1977–1981, masa studi yang singkat namun intens, tempat ia membangun fondasi artistik yang kokoh dan personal sejak awal.
Selama lebih dari 48 tahun perjalanan kreatifnya, Sutjipto melintasi spektrum ekspresi yang luas dari renungan spiritual hingga kontemplasi eksistensial. Kini, ia berkarya dalam kesunyian, jauh dari hiruk-pikuk pasar seni, membiarkan garis dan warna mengalir tanpa narasi verbal atau figuratif. Yang tersisa adalah getaran batin: vibrasi yang lahir dari intuisi.
“Saya baru sadar, selama puluhan tahun berkarya, satu per satu alasan seperti keindahan, konsep, komposisi, isu kekinian, bahkan isme-isme, seolah tercecer dan tak tersisa. Tak ada lagi yang bisa diceritakan, karena dalam proses penciptaan karya seni di atas kanvas, yang ada hanyalah intuisi,” ungkap Sutjipto dari studionya di Kuta, Bali.

See also  Dirancang Kerjasama Pengadaan Bibit Pisang Antara FP Unud dengan Perusda Bali

Kanal Vibrasi Kesadaran

Penulis pameran, I Gede Made Surya Darma, mencatat bahwa garis dalam karya-karya Sutjipto tidak sekadar menunjuk atau menggambarkan, melainkan mengalirkan kehadiran.
Kini, dalam karya-karya Sutjipto Adi, garis menjelma menjadi kanal vibrasi kesadaran. Ia tidak lagi merepresentasikan sesuatu, melainkan menghadirkan kehadiran itu sendiri.

Pameran “Vibration” ini menampilkan 23 karya terbaru, termasuk beberapa yang monumental. Salah satunya, “Vibrasi Bara Nusantara II”, sebuah triptik besar berwarna merah-putih yang melampaui simbolisme nasionalis, menjadi representasi kosmis siang dan malam, langit dan bumi, dualitas maskulin dan feminin. Garis-garisnya menggambarkan konflik dan keterhubungan manusia dengan alam dan Sang Pencipta, selaras dengan konsep spiritual Jawa-Bali.

Karya lain seperti “Vibrasi IV” menampilkan ketenangan dan keindahan hutan tropis Indonesia, sedangkan “Vibrasi III” dan “Vibrasi VI” menggambarkan ledakan emosi: marah, semangat, kegelisahan, harapan.
Warna-warna oranye dan merah mendominasi, menghadirkan atmosfer yang menyala dan bergolak, mencerminkan energi batin manusia dalam menghadapi dinamika hidup.

Dalam seri “Hujan Vibrasi I–III”, Sutjipto menghadirkan refleksi tentang ketidakpastian zaman dan gejolak batin di tengah disrupsi sosial dan ekologis. Alih-alih merespons dengan kritik verbal, ia menghadirkan jeda dan kontemplasi melalui garis dan warna.

Karya lain yang penting adalah “Intuition Shadow” (2024), lukisan berukuran 200 x 450 cm yang memuat tujuh sosok potret diri seniman dalam gradasi garis-garis dan vibrasi warna.
Figur bukan pusat, melainkan bagian dari getaran kesadaran: mencerminkan konsep sapta loka dan sapta patala yang kemudian disarikan dalam tri loka bhur, bwah, dan swah.

Bonuz, Sutjipto Adi dan Surya Darma.

Resonansi Baru

Sutjipto Adi sebelumnya dikenal lewat karya-karya surealis yang menghadirkan figur spiritual dunia seperti Dalai Lama, Bunda Teresa, dan John Lennon.
Kini, ia melepaskan semua figur itu. Yang tertinggal hanyalah garis, bidang, bulatan, dan warna namun justru dari keheningan itu, muncul resonansi baru yang lebih dalam.
“Apa yang tampak seperti repetisi garis dan cipratan warna, sejatinya adalah bentuk laku spiritual: meditasi dalam rupa,” tulis Surya Darma.

See also  Pameran Tunggal Beluluk, Putu Dian Ajak Pengunjung Pakedek Pakenyem

Pameran ini meniadakan jarak antara karya dan pengunjung. Lukisan-lukisan memenuhi dinding, menciptakan ruang imersif.
Dalam kepadatan visual itu, muncul keheningan batin. Seperti meditasi, penonton diajak berhenti, menyimak, dan merasakan vibrasi.

Pelukis Putu Bonuz (kiri) bersama Sutjipto Adi.

Empat Dekade

Sutjipto Adi telah berkarya lebih dari empat dekade. Ia aktif berpameran sejak 1980-an dan dikenal karena pendekatannya yang spiritual dan kontemplatif terhadap seni.
Setelah menetap di Bali, ia semakin menekuni garis sebagai elemen utama ekspresi batinnya. Karya-karyanya telah dikoleksi berbagai institusi dan kolektor, termasuk Galeri Nasional Indonesia.

I Gede Made Surya Darma adalah penulis, perupa, performance artist, dan pegiat pariwisata asal Bali. Alumni ISI Yogyakarta ini telah berkarya dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan seni di sejumlah negara, seperti Jerman, India, Jepang, Filipina, Myanmar, Astria, Malaysia.
Dalam pameran ini, tulisannya menyoroti peran intuisi dan keheningan sebagai pusat dari proses penciptaan artistik Sutjipto Adi.

Titik Dua adalah ruang kreatif dan penginapan berbasis komunitas di Jalan Raya Mas, Ubud. Menyediakan ruang eksibisi, residensi seniman, dan program lintas disiplin, Titik Dua menjadi simpul penting dalam praktik seni dan pemikiran kontemporer di Bali.
Sementara itu pendokumentasi foto adalah Govinda Rumi.
(MBP2)

Redaksi

Related post