Tangkal Hoaks, Pers Ikut Bertanggung jawab Memberikan Informasi yang Akurat dan Kredibel
DENPASAR – baliprawara.com
Informasi bohong atau Hoaks, masih menjadi ancaman bagi proses pemilihan umum (Pemilu) tahun 2024 mendatang. Tentu hoaks ini harus bisa tangkal untuk bisa mewujudkan pemilu yang lebih berkualitas. Pasalnya, keberadaan hoaks ini, selain bisa mempengaruhi cara pikir masyarakat, hoaks juga bisa memecah belah.
Menurut Direktur Politik dan Komunikasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Astri Kusuma Mayasari, selama rentang tahun 2018 hingga Juni 2023, sesuai data dari Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, adanya sebanyak 754 hoaks terkait pemilu. Angka ini kata dia tentu masih cukup tinggi. Kedepan, hoaks ini menjadi tantangan untuk bisa diminimalisir, demi mewujudkan pemilu damai dan lebih berkualitas.
Anggota Dewan Pers sekaligus Ketua Komisi Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Profesi, Tri Agung Kristanto, juga mengatakan, selama tahun 2022 hingga Juni 2023 saja, sudah ditemukan sebanyak 28 informasi kategori hoaks. Jumlah itu kata dia, belum termasuk informasi mispersepsi. “Tentu ini menjadi tetangga kita bersama untuk meliterasi publik, agar bisa membedakan antara informasi yang belum tentu benar, dengan produk jurnalistik yang selama ini dikenal sebagai berita yang pasti melewati mekanisme konfirmasi, mekanisme verifikasi dan sebagainya,” kata Tri Agung Kristanto saat Workshop Peliputan Pemilu 2024 di Bali, yang digelar Senin 31 Juli 2023, di Sanur.
Dikatakan, masyarakat saat ini belum bisa sepenuhnya membedakan antara produk jurnalistik dari media dan informasi yang muncul di media sosial. Apalagi media-media arus utama, juga sudah menggunakan media sosial sebagai platform baru. Tak hanya televisi yang sudah membuat channel di youtube, namun media cetak sudah punya channel di youtube sebagai bagian dari integrasi dari media.
“Ini Tantangan kita bersama untuk membangun kesadaran publik terutama terkait dengan pemilu, mewujudkan pemilu yang lebih berkualitas. Ini juga menjadi salah satu tanggung jawab dari media, dari jurnalis, sebagai sosok yang punya peran untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa,” ucapnya.
Dalam hal ini, pers kata dia, bertanggung jawab memberikan informasi yang akurat, kredibel, dan dapat menambah daya intelektual masyarakat. Pers juga tidak bisa lepas dari fungsi kontrol terhadap apa yang diketahui. Sesuai amanah Undang-Undang Pers, pers wajib memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi. Hak mendapatkan informasi dan hak kebebasan berekspresi ini pada dasarnya merupakan hak asasi manusia.
Workshop peliputan Pemilu 2024 ini menurutnya digelar di 23 provinsi. Hal itu kata dia, karena di 23 Provinsi tersebut, ada tingkat kerawanan sesuai dengan data Bawaslu, data KPU, data Kepolisian, data Kemendagri. “Dan Bali meskipun saya katakan Bali itu homogen, tetapi karena homogen itu pasti ada tingkat kerawanan yang harus dicermati,” bebernya.
Workshop yang diikuti puluhan jurnalis di Bali ini, menghadirkan beberapa narasumber yang dibagi dalam dua sesi dengan sejumlah topik mengenai peliputan pemilu. Selain Tri Agung Kristanto (Dewan Pers) yang menyampaikan topik ‘Posisi Pers, Peraturan Perundang- undangan, dan Pedoman Pemberitaan terkait Pemilu’, turut hadir I Dewa Agung Gede Lidartawan selaku Ketua KPU Provinsi Bali menyampaikan topik ‘Regulasi terkait Peliputan Pemilu, I Wayan Wirka selaku Anggota Bawaslu Provinsi Bali menyampaikan topik ‘Pengawasan atas Pemberitaan dan Penyiaran Pemilu 2024’.
Pada sesi kedua workshop menghadirkan Agus Astapa selaku Ketua KPID Bali yang menyampaikan topik ‘Sinergi untuk Pengawasan Penyiaran Pemilu 2024’ dan Wahyu Dhyatmika dari Tempo menyampaikan topik ‘Jurnalisme Data, Memaknai dan Membaca data Pemilu’. (MBP1)