Terkait Tapal Batas, Desa Adat Kuta dan Pemogan Sepakat Turun Lakukan Pemetaan Bersama
MANGUPURA – baliprawara.com
Terkait permasalahan tapal batas antara Desa Adat Kuta, Kabupaten Badung dengan Desa Adat Pemogan, Kota Denpasar, yang sempat viral belum lama ini, kini mulai ada titik terang untuk penyelesaian. Yang mana, dua pihak dari Desa Adat Kuta dan Desa Adat Pemogan, Senin 24 April 2023, sudah melakukan pertemuan yang difasilitasi pemerintah Kabupaten Badung, untuk segera mengakhiri permasalahan ini.
Pada pertemuan yang dilakukan di Rumah Jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Badung ini, dipimpin langsung Sekda I Wayan Adi Arnawa, yang juga dihadiri Anggota DPRD Badung asal Kuta, Bendesa Adat Kuta beserta prajurit, Bendesa Adat Pemogan beserta Kerta Desa, Kelian Adat, Kelian Dinas Banjar Gelogor Carik, penglingsir Banjar Gelogor Carik, Camat Kuta, Kepala Bagian (Kabag) Tata Pemerintahan (Tapem) Kabupaten Badung.
Mewakili Bupati Badung, Sekda Wayan Adi Arnawa, atas nama pemerintah Kabupaten Badung, menerima kunjungan dari Desa Adat Kuta dan desa Adat Pemogan. Secara prinsip antara kedua Desa ini, sudah ada titik temu. Yang Mana untuk penentuan tapal batas ini akan dilakukan secara musyawarah dengan membentuk tim yang terdiri dari unsur Desa Adat Kuta dan unsur dari Desa Adat Pemogan yang akan difasilitasi oleh Majelis Madya desa adat di Kabupaten/Kota.
Tentu dalam hal ini, pihaknya dari pemerintah Kabupaten Badung tidak ada kewenangan untuk intervensi. Namun dirinya menyarankan agar dilakukan pembahasan dengan mengedepankan musyawarah mufakat. “Sebagaimana tertuang dalam Perda 4 tahun 2019 tentang Desa Adat. Bahwa terkait tapal batas itu harus berbasis dengan nyatur desa, sagilik saguluk sebayantaka,” kata Adi Arnawa saat ditemui usai pertemuan, Senin 24 April 2023.
Terkait penentuan tapal batas ini, pihaknya mempersilah nanti di lapangan, dari pertemuan ini, jelas sekali antara dua pihak sudah ada kesepakatan keinginan untuk memperjelas, sehingga tidak ada persoalan kedepan. Begitu juga pihaknya tidak ingin meninggalkan legacy yang kurang bagus untuk generasi selanjutnya.
Terkait pembangunan candi bentar yang menurut pihak Desa Adat Pemogan, disana adalah batas wilayah desa setempat, diharapkan agar ada kesepakatan dulu. Karena pembangunan ini berada di wilayah Kabupaten Badung, dan juga di kawasan Rumija (ruang milik jalan). Apalagi dalam waktu dekat, pemkab Badung berencana akan melakukan penataan. Baik itu melebarkan jalan, pembuatan trotoar, sehingga akan berdampak pada candi bentar yang dibangun ini. Oleh karenanya, mau tidak mau, terkait proyek penataan jalan nanti, akan ada pembongkaran.
“Dari pihak desa Adat Pemogan, telah sepakat untuk melakukan pembongkaran sendiri candi bentar yang dibangun. Terkait penataan nanti, ini tentu paralel dengan permasalahan batas wilayah. Sehingga nantinya bila program ini berjalan, kami akan bersurat ke pihak desa Adat Pemogan yang ditembuskan ke Walikota Denpasar. Sekaligis kami memohon untuk melakukan pembongkaran sendiri candi bentar yang dibuat sebagaimana janji yang disampaikan. Namu bila nanti program berjalan, belum juga dilakukan pembongkaran, mohon maaf, kami akan melakukan pembongkaran,” tegasnya.
Namun demikian, secara prinsip, semua sudah tidak ada masalah. Tinggal nanti masing-masing prajuru Desa Adat yang beranggotakan masing-masing 10 orang bisa mencarikan jalan keluar supaya ini tidak berlarut-larut.
Sementara itu, Bendesa Adat Pemogan Denpasar, AA. Ketut Arya Ardana, mengatakan, pada pertemuan ini, sudah ada titik terang, dan ada dua hal yang dibicarakan. Untuk masalah Adat, pada tanggal 26 april ini, akan dilakukan peninjauan ke lokasi untuk menentukan titik tapal batas. Kedua, program kabupaten Badung, akan melakukan proyek perbaikan di lokasi itu. Pihaknya mengaku sangat mendukung hal itu. Ia juga menyampaikan komitmen, apabila tapal batas yang telah dibangun memang melanggar Ruang Milik Jalan (Rumija), pihaknya berjanji akan membongkar sendiri. “Untuk gapura yang kami bangun sebelumnya, kami siap untuk membongkar sendiri, setelah titik tapal batas telah ditentukan,” ucapnya.
Saat ini, pembangunan gapura yang sebelumnya sempat dipermasalahkan, saat ini masih berdiri. Namun pembangunan sudah tidak dilanjutkan per 12 April lalu setelah pihaknya menerima surat dari Satpol PP badung per tanggal 11 April. “Sekarang tinggal mencari titik tapal batas saja,” terangnya.
Bendesa Adat Kuta, Wayan Wasista yang turut hadir pada pertemuan ini menyampaikan, rapat ini adalah tindak lanjut pertemuan sebelumnya di Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (DPMA) Provinsi Bali, terkait tapal batas yang memang sebelumnya sempat ramai di media sosial. “Sekarang ini adalah tindak lanjut bagaimana penyelesaian terkait wilayah desa pakraman,” kata Bendesa Wasista.
Lebih lanjut dikatakan, memang permasalahan batas desa pakraman ini, perlu diselaraskan. Kalau wilayah administratif, selama ini sudah jelas titiknya. Bahkan pihak Desa Pemogan juga sudah mengakui untuk batas administratif. Namun untuk batas desa pakraman perlu diselaraskan. Karena di awig-awig sudah jelas bahwa batas timur desa adat Kuta adalah desa Pemogan itu setelah revisi. Namun pada tahun 1992 dari awig awid desa adat Kuta, batas timur adalah Desa Adat Suwung. Itu pun dikuatkan lagi saat rapat pada 14 september 2020, pihak Desa Adat Kuta bersama kerta desa, telah melakukan mediasi dengan pihak Bendesa Adat pemogan. Saat itu kata dia telah ada kesepakatan.
Saat ini kita duduk bersama. Kalau sudah saling sepakat, baru dibuatkan berita acara, dibuatkan denah. Ini penting untuk legacy, bagi anak cucu ke depan. Supaya tidak menjadi permasalahan kedepan. “Kita akan turun bersama untuk mencari titik lokasi. Apabila itu sudah sepakat, akan dibuatkan surat pernyataan. Namun apabila belum menemukan kesepakatan, maka akan dilakukan pembicaraan lagi. Apapun hasilnya nanti pada tanggal 26 April, akan dirapatkan lagi di MDA. Kalau belum ketemu kesepakatannya, akan dibahas kembali,” bebernya. (MBP)