Terlibat Praktek Judol di Medsos, Sejumlah Selebgram Diamankan Polda Bali
DENPASAR – baliprawara.com
Sejak bulan November hingga awal Desember 2024, sebanyak 10 kejadian tindak pidana Judi Online (Judol) berhasil diungkap tim Direktorat Reserse Siber (Ditressiber) Polda Bali bersama Polres jajaran. Dari jumlah itu, sebanyak 8 orang merupakan selebgram perempuan, dan dua pria berdomisili di Bali.
Menurut Direktur Ressiber Polda Bali, AKBP Ranefli Dian Candra, mereka diamankan karena terbukti meng endorse atau mempromosikan situs Judol di Media Sosial (Medsos). Dimana situs ini, diketahui dikendalikan oleh bandar judol yang berada di luar negeri. Adapun 10 tersangka ini terungkap di wilayah hukum Polda Bali, dimana 4 perkara berhasil diungkap tim Ditressiber Polda Bali, dan 6 lainnya diungkap Polres jajaran.
“Polresta Denpasar 1 perkara, Polres Gianyar 1 perkara, Polres Bangli 2 perkara, Polres Karangasem 1 perkara, dan Polres Jembrana 1 perkara, dengan total tersangka 10 orang” kata AKBP Ranefli Dian Candra, saat memberi keterangan kepada wartawan, di Polda Bali, Selasa 10 Desember 2024.
Lebih lanjut dikatakan, keseluruhan tersangka disebut berperan sebagai endorsement untuk menawarkan link judol kepada pengikut di media sosial. Para tersangka tersebut diantaranya berinisial DALC (24), NKAP (19), NWSW (21), VP (23), PJAP (21), NPCW (21), NWRAA (22), IKS (46) dan IWD (59). “Mereka hanya bertugas memasang link judol, dan para pemain akan masuk melalui situs judol tersebut,” jelasnya.
Salah seorang selebgram bernama inisial VP, disebut menerima bayaran paling besar karena memiliki 300 ribu lebih follower. Dikatakan Veronica sempat berhenti melakukan aktivitas endorse situs judol, namun kambuh karena nilai endorse yang ditawarkan saat ini lebih besar.
Mereka dibayar bervariasi oleh sindikat judol yang berada di luar negeri, mulai dari Rp 350 ribu/ Minggu hingga 7 juta/Minggu tergantung jumlah pengikut.
“Semakin besar jumlah followernya, semakin besar gaji yang diterima dari kegiatan tersebut. Jaringan sindikat ini ada di luar negeri, Kamboja, Filipina, bahkan sampai Singapura,” ungkap Ranefli Dian Candra sembari menegaskan kalau di wilayah Bali, dipastikan tidak ada server office yang menggerakkan praktik judol.
Para selebgram yang mengendorse situs judol ini dipastikan memiliki banyak follower hingga ratusan ribu pengikut. Sebab sindikat judol ini menargetkan akun yang memiliki banyak follower, sehingga pemain judol dapat masuk dengan mudah melalui link yang dicantumkan di profil pemilik akun.
Tim juga menelusuri jejak rekening yang digunakan sindikat judol sebagai rekening penampungan, dan diketahui mereka menggunakan rekening bodong atau rekening orang lain.
Dari hasil interogasi petugas, sebagian selebgram ini baru terhitung satu sampai dua bulan memulai kegiatan endorse judol di medsos. Meski mereka telah mengetahui bahwa mempromosikan situs judol adalah melawan hukum, namun karena kebutuhan ekonomi aktivitas ini terpaksa dilakukan.
“motifnya tentunya ekonomi, karena tadinya mereka bukan berprofesi dalam perjudian itu, begitu ditawarkan di DM (Direct Message) mereka sadar itu salah, karena motif ekonomi mereka terima,” ujarnya.
Upaya memutus rantai judol di medsos, Tim Ditressiber Polda Bali kerap melakukan takedown (memblokir) situs judol hingga mencapai ribuan situs judol. Namun pihaknya tidak bisa melakukan upaya penegakan hukum karena situs judol tersebut berlokasi di luar negeri.
“Ini terpisah, jaringan lumayan banyak, begitu kita blokir, muncul lagi. Mereka membuat baru lagi jadi ribuan link ini ada di dunia maya. Itu yang setiap hari kita lakukan pemblokiran dan takedown tersebut,” pungkasnya.
Sejumlah barang bukti juga diamankan seperti, 11 handphone berbagai merk, 5 buku tabungan, 1 akun Dana, dan berbagai macam print out tangkapan layar WhatsApp maupun Instagram yang digunakan untuk mempromosikan praktik judol.
Terkait Judol ini mereka disangkakan dengan pasal 27 ayat 2 Jo pasal 45 ayat 3, Undang Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang perubahan kedua atas Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun, dan denda pidana maksimal Rp 10 miliar.
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol. Jansen Panjaitan menambahkan, jauh sebelum mewujudkan salah satu program Asta Cita dari Pemerintahan Presiden Prabowo, Polda Bali telah melakukan penindakan terhadap praktik judi online ini. Sehingga masyarakat di Bali diingatkan kembali agar berhati-hati dan tidak mencoba judi online. Sebab permainan judi online ini sengaja dirancang untuk mengelabui pemain dan memberi kesempatan menang.
“padahal kenyataannya tidak menang, yang untung adalah bandar, jadi memang sengaja dirancang supaya pemain ini tertarik namun pada kenyataannya tidak menyadari mereka dirugikan,” imbuh Kabid Humas Jansen. (MBP)