Tiga Korban Banjir di Mengwi Belum Ditemukan, Upacara Secara Niskala Digelar untuk Harmonisasi Alam

Pecaruan serta ngaturang guru dan bendu piduka digelar di lokasi Banjir di Mengwi, Minggu 14 September 2025.
MANGUPURA – baliprawara.com
Bencana banjir yang menerjang wilayah Perumahan Permata Residence, Desa Mengwitani, Kecamatan Mengwi, Badung, masih menyisakan duka. Pasalnya tiga orang warga yang tinggal salah satu rumah yang amblas di perumahan tersebut, hingga kini masih belum ditemukan.
Bahkan, pencarian oleh tim gabungan hingga Minggu 14 September 2025, masih belum membuahkan hasil. Proses pencarian terkendala medan ekstrem dan tumpukan sampah di aliran sungai tersebut.
Sementara proses pencarian masih terus berjalan, upacara secara niskala juga dilakukan pihak Pemerintah Desa Mengwitani bersama Desa Adat Beringkit. Upaya niskala dilakukan dengan mengaturkan pecaruan serta ngaturang guru dan bendu piduka di lokasi kejadian. Upacara yang digelar pada Redite Wage Landep, Minggu 14 September 2025 siang ini, dipimpin oleh jero mangku.
Bendesa Adat Beringkit, I Ketut Sutomo mengungkapkan, upacara pecaruan dan guru serta bendu piduka ini dilakukan sebagai wujud memohon maaf kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebab, bencana yang terjadi tidak semata karena hujan dengan intensitas tinggi, namun ada juga kekeliruan manusia di dalamnya yang mengganggu keseimbangan alam.
“Dalam situasi sekarang ini, kita memohon maaf kepada Tuhan apabila dalam kondisi sekarang, yang telah lewat, dan yang akan datang terjadi kesalahan telah mengganggu alam. Air bisa meluap karena kondisi jalan air sempit. Inilah kita mohon maaf atas perilaku kita umat beragama,” katanya saat ditemui usai upacara.
Sementara kata dia, untuk pecaruan yang lakukan bertujuan untuk menetralisir sekaligus mengharmoniskan kembali kondisi alam yang sudah mulai tidak seimbang. Sekaligus, upacara tersebut juga menjadi bentuk harapan agar para korban segera ditemukan apapun kondisinya.
“Dengan upacara ini kami memohon semoga yang hilang segera dapat ditemukan baik dalam keadaan hidup maupun meninggal. Dan keluarga yang ditinggalkan mendapatkan perlindungan kekuatan lahir batin untuk menata dan melanjutkan hidup,” katanya.
Pada kesempatan sama, Perbekel Mengwitani, I Nyoman Suardana, menambahkan, meski tiga orang yang hilang memiliki kepercayaan yang berbeda, namun menurutnya upacara tersebut wajib dilakukan karena terjadi bencana di wilayahnya. “Kalaupun yang tertimpa musibah ini adalah lain kepercayaan, namun karena beliau tinggal di Desa Mengwitani, kami selaku pimpinan desa wajib turut serta melaksanakan pencarian dan melaksanakan upacara. Mudah-mudahan dengan kami melaksanakan guru dan bendu piduka ini, yang bersangkutan bisa segera ditemukan,” terangnya.
Suardana melanjutkan, hingga Minggu siang kemarin pencarian korban masih belum menemukan titik terang. Pencarian menyisir aliran sungai dari Mengwitani ke arah Kaba-Kaba, Munggu, hingga muara di Pantai Cemagi. Suardana yang ikut terjun langsung dalam pencarian mengungkapkan, tim gabungan sudah melakukan penyisiran hingga wilayah Selingsing, Tabanan namun hasilnya masih nihil. Sementara itu di lokasi kejadian juga dilakukan pencarian di antara reruntuhan rumah, namun tidak ada korban tertimbun. “Kemarin kami menyusuri daerah Selingsing karena ada laporan di sana diperkirakan ada bau. Tapi tim turun tidak ditemukan,” bebernya.
Diakui, proses pencarian terkendala medan yang cukup ekstrem seperti kedalaman sungai, bebatuan besar, serta tumpukan limbah seperti kayu dan bambu. “Di bawah jembatan Selingsing itu tumpukan sampah khususnya kayu dan bambu cukup tinggi. Kami sudah koordinasi dengan Kalaksa BPBD Badung dan dikoordinasikan dengan BPBD Tabanan. Kami juga kami sudah berkoordinasi dengan perbekel Munggu dan Cemagi untuk menginformasikan ke masyarakat, siapa tahu ada yang menemukan,” imbuhnya.
Sementara di sisi lain, pihak keluarga berharap para korban segera ditemukan. “Namanya kehilangan dan sampai sekarang gak ketemu, pasti merasa sedih. Tapi karena sudah diupayakan pencarian, kami tetap menunggu. Kami hanya ingin mereka ditemukan dalam kondisi apapun. Kami pasrah, Tuhan kasi yang terbaik, kami terima dengan kondisi apapun,” tutur Adik kandung salah satu korban, Toto Cahyono.
Toto mengaku bahwa dia juga ikut dalam proses pencarian hingga 4 kilometer menyusuri sungai, namun kondisi medan sangat menyulitkan. Sungai itu penuh batu besar dan tebing curam. Selain itu, ada tumpukan batang kayu dan bambu di bendungan Munggu. Toto mencurigai, korban mungkin tersangkut setelah bendungan, apalagi ada laporan bau tidak sedap.
“Saya langsung menyaksikan pembersihan bendungan, itu clear tidak ada apa-apa. Setelah bendungan itu, posisi aliran air itu dari lebar menjadi menyempit dan ada jembatan di atas. Di tengahnya itu ada kayak pondasi. Di situ kotoran berupa batang kayu yang besar-besar, bambu, segala macam kotoran itu menumpuk setengah dari tinggi jembatan. Kecurigaan kami kemungkinan nyangkut di sana. Saya berharap sampah di sana bisa dibersihkan,” katanya. (MBP)