Tradisi Tabuh Geni Desa Adat Calo, Ritual Penolak Bala dan Penetralisir Hal Negatif
GIANYAR – baliprawara.com
Desa adat calo yang terletak di ujung timur Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar, masih memiliki tradisi budaya unik peninggalan zaman dahulu. Salah satunya adalah tradisi tabuh geni atau tampyog, yang merupakan tradisi yang biasanya digelar setiap piodalan di Pura Puseh dan Bale Agung, desa adat setempat. Seperti yang digelar pada Selasa 14 Januari 2025, tradisi tabuh geni kembali digelar bertepatan dengan Purnama Kapitu.
Tabuh geni atau Tampyog ini, menjadi salah satu tradisi yang sangat disakralkan oleh masyarakat Desa Adat Calo. Tradisi ini, biasanya dirangkaian dengan upacara adat, yang dilaksanakan di pura puseh dan bale agung desa setempat.
Tabuh Geni ini, diikuti oleh pemangku atau tetua desa hingga pemuda desa, yang diawali dengan persembahyangan bersama seluruh masyarakat desa. Selanjutnya, para penari yang mengikuti prosesi ini, akan mengitari kelengkapan upakara piodalan. Saat puncak prosesi, para penari melakukan ritual dengan menendang bara api, sambil menari di atas bara api.
Menurut Jero Mangku Wayan Wastika, selaku Pamongmong Pura, tabuh Geni ini biasanya dilaksanakan saat ngusaba puseh dan bale agung, sesuai dengan kondisi desa adat. Yang mana, biasanya dilaksanakan pada sasih Kapitu dalam kalender Bali.
Lebih lanjut dikatakan, proses sakral Tabuh Geni yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Adat Calo ini, menjadi salah satu tradisi yang dipercaya oleh masyarakat, untuk menolak bala dan menetralisir hal hal negatif. Selain itu kata dia, diharapkan setelah dilaksanakannya tabuh geni desa menjadi tentram dan damai. “Prosesi ini digelar untuk memohon keselamatan masyarakat dan alam semesta,” ucapnya.
Sementara itu, Bendesa Adat Calo, Ir. I Nyoman Eriawan, menyampaikan, tradisi Tabuh Geni ini merupakan sebuah simbol kuat untuk pembersihan, keberanian, dan transformasi. Dalam spiritualitas, itu mengajarkan kita untuk menyucikan diri dari segala hal yang menghalangi hubungan dengan Hyang Widhi dan alam semesta.
Dalam kehidupan sehari-hari, ini menjadi pelajaran tentang keberanian menghadapi tantangan, melepaskan ego, dan menerima proses transformasi sebagai bagian dari perjalanan hidup. “Ritual ini mengingatkan kita bahwa seperti api yang mampu membakar kegelapan, kita juga mampu membakar segala halangan dalam diri untuk mencapai kebijaksanaan, kesucian, dan kedamaian,” bebernya. (MBP)