Filosofi “Eda Ngaden Awak Bisa, Depang Anake Ngadanin” dalam Kepemimpinan Gubernur Koster

 Filosofi “Eda Ngaden Awak Bisa, Depang Anake Ngadanin” dalam Kepemimpinan Gubernur Koster

DENPASAR – baliprawara.com

Pupuh Ginada “Eda Ngaden Awak Bisa” mengalun merdu di akhir acara Sidang Istimewa DPRD Bali dengan agenda Pidato Sambutan Gubernur Bali Wayan Koster – Wagub I Nyoman Giri Prasta, Selasa (4/3).
Pupuh Ginada warisan leluhur Bali itu ditembangkan oleh
Ni Putu Tina Ratna Puspadewi, S. Sn. asal Mengwitani, Badung. Peraih juara 1 Tembang Sekar Alit Remaja Putri Utsawa Dharma Gita tingkat nasional tahun 2024 dan juara 1 Penembang Terbaik Taman Penasar Pesta Kesenian Bali XLVI Tahun 2024 ini tampil mengagumkan.
Penampilan tak kalah menariknya juga dipertontonkan penegesnya,
I Gede Arum Gunawan, S.Ag., M.Ag., peraih juara 1 Membaca Palawakya Dewasa Putra Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional Tahun 2017 dan Juara 1 Membaca Kakawin Dewasa Putra Utsawa Dharma Gita Nasional Tahun 2022. Dengan suaranya yang indah, pria kelahiran Br. Buruan Tengah, Desa Buruan, Kecamatan Penebel, Tabanan ini mendapat aplaus peserta sidang.
Tambah sempurna, penampilan mereka diiringi Sanggar Seni Bungan Dedari ISI Denpasar (sekarang ISI Bali).
Menurut peneges pupuh tersebut, I Gede Arum Gunawan, “Eda ngaden awak bisa, depang anake ngadanin” memiliki pesan penting sebagai sebuah ajaran filosofis sarat makna yang mengingatkan kita untuk terus berupaya mengisi diri dan senantiasa rendah hati dalam menjalani kehidupan. Dari lirik tembang itu ada tiga point penting yang bisa dimaknai yakni:
Pertama, “Eda ngaden awak bisa, depang anake ngadain”, mengingatkan kita agar selalu rendah hati, tidak sombong atas ilmu, keterampilan, kemampuan, bahkan hingga jabatan yang kita miliki. Jangan sesekali kita memerkannya, biarlah orang lain yang memberi penilaian atas prestasi, pencapaian dan kinerja kita.
Kedua, “Geginane buka nyampat”, sebuah analogi tentang sikap rendah hati tersebut, hendaknya setiap hari dan setiap saat kita selalu tekun, ulet, rajin, fokus tulus dan lurus mengisi diri. Ibarat sedang menyapu, setiap saat harus disapu karena sampah itu sangat banyak, sekalipun sudah bersih masih banyak debu yang juga harus dibersihkan. Sebuah amanat bahwa sekalipun sudah banyak ilmu yang dimiliki, masih banyak pula ilmu yang belum dikuasai. Maka janganlah terhenti untuk mendalami pengetahuan itu, dan jangan berhenti untuk mengabdi pada negeri.
Ketiga, “Yadin ririh, liu enu ane paplajahan”, sebuah pengingat bahwa masih banyak hal yang perlu dipelajari, karena belajar sejatinya sebuah proses yang panjang, belajar sepanjang hayat. Sebagaimana pula disampaikan dalam petikan kitab suci Kekawin Nitisastra “… Patilareng atmeng ta nu paguroken.. ” yang maknanya sampai akhir hayat, hingga sang atma meninggalkan badan ini kita masih harus tetap belajar dan meyasa kerthi di dunia ini.
Bila dikaitkan dengan konteks kepemimpinan, kata Arum Gunawan, hendaknya pemimpin Bali senantiasa rendah hati dan selalu tekun, fokus tulus dan lurus membela dan mewujudkan kesejahteraan rakyat Bali. “Sebagaimana Bapak Wayan Koster, sebagai representatif Nak Bali, dengan filosofi “Eda Ngaden Awak Bisa, Depang Anake Ngadanin” ini beliau selalu bekerja dan berusaha tanpa pencitraan berlebihan, karena rakyatlah yang akan menilai. Atas segala kinerja pada periode sebelumnya, rakyat kembali mempercayakannya memimpin Bali,” ujar Arum yang staf Bidang Kesenian, Disbud Bali tersebut.

Dia berharap semoga Gubernur Koster dan Wakil Gubernur Giri Prasta bisa amanah mengemban kepercayaan rakyat Bali tersebut. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa menuntun kita semua, untuk terus bersatu padu, bergotong royong, fokus tulus dan lurus membangun Bali mewujudkan Bali Kang Tata Tentrem Kerta Raharja Gemah Ripah Lohjinawi. (MBP2)

See also  The Nusa Dua Targetkan Okupansi 73% Saat Libur Nataru

Redaksi

Related post