Catatan Pidato Gubernur Bali, Menjaga Bali Ala Koster

* Oleh: Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, S.E.,M.M.
GUBERNUR Bali Wayan Koster dalam kepemimpinannya selalu menegaskan pentingnya menjaga alam, budaya, dan manusia Bali dengan berlandaskan kearifan lokal. Pada periode pertama kepemimpinannya, ia mengeluarkan berbagai kebijakan yang meneguhkan posisi Bali sebagai pulau yang menjunjung tinggi warisan leluhur. Salah satu panduan yang sering ia kutip adalah “Bhisama Lontar Batur Kalewasan”, sebuah ajaran leluhur yang menekankan keseimbangan antara gunung dan laut sebagai simbol harmonisasi alam.
Dalam aspek pelestarian lingkungan, Koster menerapkan kebijakan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai yang dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 97 Tahun 2018. Kebijakan ini berhasil mengurangi volume sampah plastik yang mencemari sungai dan laut, sekaligus mendorong masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Tak hanya itu, ia juga menginisiasi program penghijauan dengan menanam ribuan pohon di kawasan hulu dan pesisir untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Gunung dan laut dalam ajaran Bhisama Lontar Batur Kalewasan bukan sekadar bentang alam, tetapi juga entitas sakral yang harus dihormati dan dijaga keberlangsungannya.
Dalam hal budaya, Koster menegaskan pentingnya menjaga identitas Bali dari gempuran globalisasi. Ia memperkenalkan kebijakan penggunaan aksara Bali di berbagai ruang publik, memastikan bahwa bahasa ibu tetap hidup di tengah modernisasi. Selain itu, ia mengeluarkan kebijakan wajib berbusana adat Bali pada hari-hari tertentu, sebuah langkah yang memperkuat rasa kebanggaan masyarakat terhadap tradisi leluhur. Kebijakan ini juga selaras dengan konsep Tri Hita Karana, yang mengajarkan keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas.
Sementara itu, dalam aspek manusia Bali, Koster berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program ekonomi berbasis kearifan lokal. Ia mengembangkan ekonomi kerakyatan dengan mendorong sektor pertanian, perikanan, dan industri kreatif berbasis budaya. Kebijakan ini tidak hanya menghidupkan ekonomi lokal tetapi juga memastikan bahwa masyarakat Bali tetap memiliki akses terhadap sumber daya alam mereka sendiri tanpa dieksploitasi oleh pihak luar. Ia juga memperjuangkan regulasi yang lebih ketat dalam pengelolaan lahan dan investasi asing agar tanah Bali tetap dikelola oleh putra daerah dengan prinsip keberlanjutan.
Memasuki periode kedua kepemimpinannya, Koster semakin menegaskan peran Bhisama Lontar Batur Kalewasan sebagai dasar kebijakan pembangunan Bali. Ia mendorong kebijakan yang lebih ramah lingkungan, termasuk pengembangan energi bersih melalui program Bali Energi Bersih. Ia juga memperketat regulasi terkait pembangunan di kawasan suci agar tidak terjadi eksploitasi yang merusak keseimbangan ekosistem. Dalam berbagai kesempatan, Koster menekankan bahwa Bali bukan sekadar destinasi wisata, tetapi juga sebuah peradaban yang harus dijaga kelestariannya.
Gaya kepemimpinan Koster dalam menjaga Bali bisa dikatakan sebagai pendekatan yang tegas tetapi tetap berakar kuat pada nilai-nilai lokal. Ia memahami bahwa pembangunan tidak bisa hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga harus mempertimbangkan keseimbangan ekologi dan kelangsungan budaya. Dengan mengutip Bhisama Lontar Batur Kalewasan, ia mengingatkan bahwa manusia tidak boleh merusak alam demi kepentingan sesaat. Jika tidak mematuhi prinsip keseimbangan ini, konsekuensinya adalah bencana ekologis yang dapat mengancam keberlanjutan Bali di masa depan.
Koster dengan visi dan kebijakan-kebijakan progresifnya telah menunjukkan bahwa kepemimpinan yang berbasis kearifan lokal bukanlah sesuatu yang kuno, melainkan sebuah strategi cerdas dalam menjaga keberlanjutan Bali. Dengan menjaga gunung dan laut sebagai pusat keseimbangan alam, serta melindungi budaya dan manusianya, ia telah membuktikan bahwa Bali bisa berkembang tanpa kehilangan jati dirinya. Perjalanan kepemimpinan Koster bukan hanya tentang administrasi pemerintahan, tetapi juga tentang upaya mempertahankan sebuah peradaban yang telah diwariskan oleh leluhur selama berabad-abad.
(* Dekan Fak. Ekonomi & Bisnis (FEB) Undiknas Denpasar)