FPRB Tanjung Benoa Paparkan Peran Kulkul Sebagai Peringatan Dini lokal Bali Pada Forum di Sendai Jepang
I Wayan Deddy Sumantra (kanan) bersama Luh Sri Sudharmini. (ist)
MANGUPURA – baliprawara.com
Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) Tanjung Benoa, hadir pada acara World Bosai Forum 2025, di Sendai Jepang pada 7-9 Maret 2025. Kehadiran FPRB Tanjung Benoa dalam acara tersebut, merupakan undangan dari United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengisi acara side event bertema Tsunami Preparedness Across Asia-Pacific: Digital Tool and Lessons from School Tsunami Evacuation Drills.
Ketua FPRB Tanjung Benoa, I Wayan Deddy Sumantra, mengatakan, sebagai wakil forum, berbagi pengalaman terkait kesiapsiagaan bencana berbasis komunitas dipaparkan dalam forum ini. Dalam sesi yang berlangsung pada 9 Maret 2025, ia menyampaikan paparan tantangan dan langkah-langkah mitigasi bencana tsunami di Tanjung Benoa.
Sebagai salah satu kawasan wisata di Bali, kawasan Tanjung Benoa memiliki risiko tinggi terhadap ancaman tsunami dengan potensi gempa berkekuatan hingga 8.5 magnitudo. Berdasarkan skenario terburuk, seluruh wilayah dapat terdampak gelombang tsunami setinggi lebih dari 3 meter.
“Kepala Sekolah SD No 2 Tanjung Benoa Luh Sri Sudharmini juga berbagi pengalaman terkait latihan evakuasi tsunami di sekolah-sekolah di Tanjung Benoa,” ucapnya, Selasa 11 Maret 2025.
Dalam merespon ancaman tsunami, FPRB Tanjung Benoa berperan dalam menginisiasi kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah adat, pemerintah daerah dan institusi pendidikan untuk mewujudkan Tanjung Benoa sebagai desa tangguh bencana. Salah satu inisiatif penting yang difasilitasi adalah perjanjian kerja sama (MoU) antara pemerintah lokal dan sektor perhotelan dengan dukungan UNDP.
Implementasi STEP-A (School Tsunami and Earthquake Preparedness Assessment) oleh UNDP juga telah memberikan dampak positif bagi masyarakat Tanjung Benoa. Misalnya, pelaksanaan latihan evakuasi tsunami secara rutin dengan menggunakan alat peringatan tradisional lokal yaitu kulkul. Pendidikan kebencanaan di sekolah juga semakin meningkat, dan kerjasama dengan hotel, vila, sektor swasta, serta rumah penduduk dalam penyediaan tempat evakuasi terus diperkuat.
Pemerintah daerah juga telah menyediakan lahan hibah untuk pembangunan gedung evakuasi tsunami dan pusat komando kebencanaan. Dalam kesempatan tersebut, FPRB Tanjung Benoa juga memperkenalkan kulkul sebagai sistem peringatan dini berbasis kearifan lokal Bali. Hal itu terinspirasi dari advokasi UNDP melalui pelaksanaan latihan evakuasi tsunami di Tanjung Benoa, khususnya di sekolah-sekolah.
Penggunaan kulkul menjadi elemen penting dalam penyebaran informasi kebencanaan secara cepat dan efektif. “Dalam latihan evakuasi tsunami, istilah “Linuh Idup” yang merupakan kearifan lokal Bali disisipkan untuk memperkuat pemahaman masyarakat tentang tanda-tanda awal bencana. Kulkul adalah alat komunikasi tradisional masyarakat Bali yang berupa kentongan kayu atau bambu dan digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk sebagai sistem peringatan dini dalam situasi darurat,” jelasnya.
Kulkul merupakan alat komunikasi tradisional Bali yang digunakan untuk mengumpulkan masyarakat
dalam situasi darurat. FPRB Tanjung Benoa telah berupaya menetapkan pola pukulan kulkul
sebagai sinyal evakuasi tsunami yang dapat dipahami oleh seluruh komunitas. Fungsi kulkul tidak hanya terbatas sebagai alat peringatan dini, tetapi juga sebagai simbol keterlibatan budaya dalam manajemen risiko bencana. Melalui berbagai uji coba dan musyawarah, telah dikembangkan pola pukulan kulkul yang berbeda untuk setiap jenis ancaman, seperti gempa bumi, kebakaran, dan tsunami.
Integrasi kulkul dengan sistem peringatan modern juga menjadi fokus dalam upaya ini, sehingga komunitas dapat menerima peringatan dari berbagai sumber dengan lebih efektif. Dengan pendekatan tersebut, diharapkan kesiapsiagaan masyarakat dapat semakin meningkat dengan menggabungkan teknologi modern dan tradisi lokal.
“Kehadiran FPRB Tanjung Benoa dalam World Bosai Forum 2025 menjadi kesempatan berharga untuk berbagi pengalaman kesiapsiagaan bencana berbasis komunitas serta memperkuat kerja sama global dalam membangun ketahanan masyarakat terhadap tsunami,” imbuhnya. (MBP)