Indonesia Peringkat ke-5 Dunia Penderita Diabetes, Perbedaan Kondisi Antara Wilayah Jadi Tantangan Penanganan

 Indonesia Peringkat ke-5 Dunia Penderita Diabetes, Perbedaan Kondisi Antara Wilayah Jadi Tantangan Penanganan

Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Bedah Indonesia (PP PABI), dr. Heri Setyanto, Sp.B, FINACS.

MANGUPURA – baliprawara.com
Diabetes melitus kini menjadi salah satu penyakit tidak menular dengan jumlah penderita yang terus meningkat di Indonesia. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-5 sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia.

Menurut Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Bedah Indonesia (PP PABI), dr. Heri Setyanto, Sp.B, FINACS, kondisi ini tentu menimbulkan kekhawatiran besar mengingat komplikasi yang dapat muncul jika penyakit ini tidak ditangani dengan baik. Yang mana, dari seluruh penderita diabetes, sekitar 15 persen di antaranya berisiko mengalami komplikasi yang dikenal sebagai diabetic ulcer atau luka diabetes.

Luka ini umumnya muncul di bagian kaki akibat gangguan saraf (neuropati) dan sirkulasi darah yang buruk. Bila tidak segera ditangani secara tepat, kondisi tersebut dapat berkembang menjadi infeksi parah yang berujung pada amputasi. “Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi sistem kesehatan nasional, terutama dalam pemerataan penanganan medis dan akses pelayanan kesehatan di seluruh wilayah Indonesia,” katanya, Rabu 22 Oktober 2025 di Nusa Dua.

Lebih lanjut disampaikan, salah satu persoalan mendasar yang dihadapi Indonesia dalam penanganan diabetes adalah perbedaan kondisi antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Infrastruktur kesehatan di kota besar umumnya sudah lebih lengkap, dengan fasilitas rumah sakit tipe A atau B serta tenaga medis yang memadai. Namun, situasi di daerah pedesaan sering kali berbanding terbalik.

Selain itu kata dia, akses terhadap dokter spesialis, terutama yang menangani penyakit diabetes melitus, masih sangat terbatas di banyak daerah. Termasuk juga distribusi tenaga medis yang tidak merata menyebabkan masyarakat di daerah terpencil sulit memperoleh layanan kesehatan yang setara dengan di kota besar.

“Persoalan distribusi dokter spesialis menjadi salah satu hambatan terbesar dalam pemerataan pelayanan diabetes di Indonesia. Masalah ini diperparah dengan keterbatasan fasilitas medis dan alat penunjang yang dibutuhkan untuk perawatan diabetes secara optimal,” ungkapnya.

See also  BIPAS FIB Unud Gelar Certification Ceremony

Selain faktor infrastruktur dan tenaga medis, pembiayaan juga menjadi tantangan lain dalam penanganan penyakit diabetes di Indonesia. Meski pemahaman medis mengenai penyakit ini sudah semakin maju, namun penerapan di lapangan sering kali terkendala oleh aspek biaya.

Beberapa pasien mengalami kesulitan untuk mengakses pengobatan lanjutan karena keterbatasan cakupan jaminan asuransi atau ketersediaan obat dan peralatan medis yang sesuai standar internasional. Hal ini menunjukkan perlunya perbaikan dalam sistem pembiayaan kesehatan, agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh layanan yang layak tanpa terhambat faktor ekonomi.

Pemerintah Indonesia berkomitmen agar pelayanan kesehatan untuk penderita diabetes melitus di seluruh wilayah dapat sejajar dengan standar internasional. Prinsip dasarnya adalah menerapkan pedoman terapi global namun tetap menyesuaikan dengan kondisi lokal di tiap daerah.

Undang-undang telah mengamanatkan bahwa setiap warga negara, dari Sabang hingga Merauke, berhak mendapatkan penanganan medis yang sama. Tidak boleh ada kesenjangan pelayanan antara kota besar seperti Jakarta dengan daerah timur seperti Papua. Tanggung jawab ini sepenuhnya berada di tangan pemerintah untuk memastikan seluruh masyarakat memperoleh layanan kesehatan yang merata.

Meski begitu, penerapan standar internasional di lapangan sangat bergantung pada kondisi setempat. Ketersediaan tenaga kesehatan, sarana, dan prasarana masih menjadi kendala utama di beberapa daerah. Namun, semangat untuk memberikan pelayanan yang paripurna bagi seluruh penderita diabetes tetap menjadi fokus utama pemerintah dan para tenaga medis di Indonesia.

Penyakit diabetes melitus tidak bisa ditangani oleh satu profesi medis saja. Diperlukan kolaborasi lintas disiplin agar pasien mendapatkan perawatan menyeluruh. Masalah pertama yang dihadapi penderita diabetes adalah gangguan metabolik yang harus ditangani oleh dokter spesialis penyakit dalam. Kemudian, ada pula gangguan pada sistem saraf, atau neuropati, yang menyebabkan tekanan abnormal pada kaki. Tekanan tersebut dapat menimbulkan luka karena jaringan kulit menjadi rusak.

See also  Pelatihan Mahasiswa Berprestasi Program Studi Sarjana Ekonomi 2023

Jika luka dibiarkan tanpa penanganan, akan terbentuk lubang kecil di kulit yang menjadi pintu masuk bagi bakteri. Infeksi ini dapat menyebar hingga ke jaringan dalam, menyebabkan pembengkakan dan bahkan kerusakan tulang, yang akhirnya berujung pada amputasi bila tidak segera diatasi.

Selain aspek pengobatan, edukasi kepada masyarakat menjadi langkah penting dalam mencegah komplikasi diabetes. Pasien perlu diberi pemahaman tentang pentingnya menjaga pola makan, rutin memeriksa kadar gula darah, serta memperhatikan kebersihan dan kesehatan kaki.
Langkah sederhana seperti pemeriksaan kaki secara berkala, penggunaan alas kaki yang nyaman, dan pengendalian berat badan dapat membantu mencegah luka diabetes. Upaya preventif ini juga dapat menekan angka amputasi akibat diabetes di masa mendatang.

Dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat dan dukungan pemerintah terhadap pemerataan layanan kesehatan, diharapkan Indonesia mampu menurunkan angka komplikasi dan amputasi akibat diabetes. Meskipun tantangan masih besar, langkah-langkah nyata yang diambil untuk memperbaiki sistem kesehatan menjadi harapan bagi jutaan penderita diabetes di seluruh negeri. (MBP)

 

redaksi

Related post