Kasus SPI Unud “Korbankan” Orang Tak Bersalah Akibat Rekayasa Hukum

 Kasus SPI Unud “Korbankan” Orang Tak Bersalah Akibat Rekayasa Hukum

Rektor Universitas Udayana periode 2017-2021, Prof Dr Raka Sudewi, saat menjadi saksi pada sidang kasus dugaan korupsi SPI Unud, Jumat 24 November 2023.

DENPASAR – baliprawara.com

Sidang kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud) dengan terdakwa Kepala USDI (Unit sumber Daya Informasi) Unud Dr Nyoman Putra Sastra digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Jumat 24 November 2023. Dalam persidangan kali ini, terdakwa kompak menyalahkan disharmoni hubungan pejabat di lingkungan Universitas Udayana yang membuat mereka menjadi “Korban” dan merasa jadi ‘tumbal’ rekayasa hukum.

Rektor Universitas Udayana (Unud) periode 2017-2021, Prof Dr Raka Sudewi, dihadirkan sebagai saksi oleh JPU, dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Jumat 24 November 2023. Sidang dengan terdakwa Kepala USDI (Unit sumber Daya Informasi) Unud Dr Nyoman Putra Sastra ini, terungkap kalau terjadi disharmoni hubungan antar pejabat di lingkungan Universitas Udayana, yang membuat para terdakwa menjadi ‘Korban’ dan merasa jadi ‘tumbal’ rekayasa hukum.

Dalam persidangan tersebut, Prof Raka Sudewi menyampaikan bahwa sempat terjadi hubungan yang tidak harmonis antara Saksi sebagai Rektor mulai tahun 2020 dengan Wakil Rektor I yang pada saat itu dijabat oleh Terdakwa Prof Antara. Disharmoni hubungan ini pula yang membuat Prof Antara tidak dipercaya lagi sebagai Ketua Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru di tahun 2020/2021 dan diganti oleh orang lain walaupun pada tahun itu Terdakwa Prof Antara masih menjabat sebagai Wakil Rektor I yang membawahi bidang akademik. 

Kelalaian dan kekisruhan inilah yang disayangkan oleh para terdakwa yang memicu adanya persoalan hukum yang menimpa terdakwa Dr Nyoman Putra Sastra, I Made Yusnantara, dan I Ketut Budiartawan, yang menjadi “korban”. Karena dalam kasus ini, para terdakwa hanyalah pegawai biasa yang tidak mengerti hukum dan hanya sebagai pelaksana teknis pada saat penerimaan mahasiswa baru di lingkungan Universitas Udayana.

See also  Fakultas Hukum Unud Kunjungan Kerja ke Fakultas Hukum Universitas Brawijaya-Malang

Ditemui pada saat rehat persidangan, Wayan Purwita selaku Penasihat Hukum Terdakwa Dr. I Nyoman Putra Sastra (Kepala USDI) berpendapat bahwa sampai 10 saksi yang dihadirkan oleh JPU, belum muncul adanya kerugian negara yang menjadi dasar perkara korupsi. 

Sebagaimana diketahui kliennya didakwa oleh JPU melakukan pelanggaran atas Pasal 12 huruf e UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (dengan maksud Menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum; dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya). 

Bahkan Saksi Prof Raka Sudewi mengkonfirmasi bahwa Para Terdakwa tidak mempunyai akses terhadap Dana SPI dan bekerja dibawah perintah dirinya yang menerbitkan SK Pengangkatan dan mengakui bahwa Terdakwa Nyoman Putra Sastra bertanggungjawab pada Rektor, Terdakwa juga diakui oleh Saksi Raka Sudewi tidak mendapatkan keuntungan financial sebagai Kepala USDI dalam proses  penerimaan mahasiswa baru.  

Fakta Hukum inilah yang membuat Purwita sempat bertanya kepada Saksi Raka Sudewi, Apakah fair mendudukkan ketiga Terdakwa ini sebagai Terdakwa dan harus mendekam di Penjara. Atau seharusnya posisi Terdakwa lebih tepat disematkan kepada Saksi yang adalah Rektor yang mengangkat Terdakwa dan menerbitkan paling tidak 5 Surat Keputusan Rektor pada setiap tahun penerimaan Mahasiswa Baru?.

“Sejauh ini ‘kelalaian’ yang tidak menyebabkan adanya kerugian negara (bahkan menguntungkan Negara) lebih tepat diperlakukan sebagai Perkara Mal-Administrasi, mungkin ada perbuatan melawan hukum, tetapi bukan menjadi ranah Hukum Pidana. Saya masih memiliki keyakinan permohonan penangguhan penahanan dari klien saya akan dipertimbangkan dan dikabulkan oleh Yang Mulia Hakim dalam persidangan-persidangan berikutnya,” tegas Purwita. 

See also  SOL By Melia Kuta Bali Resmikan Pembukaan Tambahan Kamar Baru

Dalam persidangan ini terungkap kalau kewenangan dalam pungutan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud) bukan di wakil rektor 1(WR1) yang saat itu dijabat oleh Prof.  I Nyoman Gde Antara. Namun, pungutan SPI itu merupakan tanggungjawab Biro Perencanaan dan Keuangan atas Koordinasi WR II dan WR IV serta Rektor Unud kala itu yang dijabat Prof Raka Sudewi.

Untuk perencanaan SPI yang bertanggung jawab adalah Kabiro Perencanaan dan Keuangan, saat itu dijabat Wayan Antara, dan saat ini dijabat Komang Teken. Kabiro saat itu ada dibawah koordinasi Wakil Rektor II (Prof Dr I Gusti Bagus Wiksuana) dan Wakil Rektor IV. Sementara itu, Kabiro Akademik, Humas dan Kerjasama, I Gusti Ngurah Indra Kecapa, yang bertanggung jawab terhadap registrasi Penerimaan Mahasiswa Baru dikoordinasikan oleh WR I dan WR IV, dan Rektor Unud Prof Raka Sudewi sebagai penanggungjawab tertinggi.

Dari persidangan ini, mantan rektor Raka Sudewi, mengakui kalau penanggungjawab pungutan SPI Unud, adalah dirinya selaku Rektor Unud. Dikatakannya, dalam pelaksanaan selama penerimaan mahasiswa baru, rektor mengeluarkan beberapa Surat Keputusan (SK) Rektor. Diantaranya, SK panitia, SK SPI, SK penyelenggaraanya, SK kelulusan, SK naskah Akademik dan semua itu ditandatangani Rektor Unud Prof Raka Sudewi. 

Setelah mereka melaksanakan pekerjaannya, ketua panitia memiliki kewajiban untuk membuat laporan dan dalam penerimaan mahasiswa baru, saksi Prof Raka Sudewi menyampaikan kalau Unud selain memiliki tugas melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, juga melaksanakan bina lingkungan. 

“Membina lingkungan kaitannya dalam peningkatan tri dharma perguruan tinggi dengan mitra strategis, seperti Pemerintah daerah tingkat 1 maupun tingkat 2 terkait mahasiswa titipan,” ucapnya. (MBP)

 

redaksi

Related post