Kebocoran Ekonomi (Economic Leakage)

Oleh: Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, S.E.,M.M.
Kebocoran ekonomi (economic leakage) adalah fenomena dalam perekonomian ketika pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan ekonomi tidak tertahan di wilayah asal tetapi mengalir ke luar wilayah atau luar negeri. Fenomena ini umumnya terjadi pada wilayah yang sangat bergantung pada sektor eksternal seperti pariwisata dan investasi asing.
Dalam teori ekonomi pembangunan terbaru, menurut Gossling et al. (2021), kebocoran ekonomi di sektor pariwisata terjadi melalui berbagai jalur, mulai dari kepemilikan asing, impor barang dan jasa, hingga pengembalian keuntungan dan pendapatan pekerja asing ke negara asalnya. Teori ini menekankan pentingnya pendekatan keberlanjutan dalam mengelola arus ekonomi agar menciptakan dampak ganda (multiplier effect) yang lebih besar bagi masyarakat lokal.
Di Bali, sebagai salah satu destinasi wisata utama dunia, fenomena kebocoran ekonomi sangat terasa. Meskipun sektor pariwisata menjadi penyumbang utama PDRB Bali, sebagian besar pendapatan dari aktivitas wisata tidak tinggal di Bali. Banyak hotel berbintang dimiliki oleh jaringan internasional yang mentransfer sebagian besar keuntungannya ke luar negeri. Bahkan, berdasarkan penelitian Suryawardani, Bendesa, dan Antara (2014), hotel-hotel berbintang lima yang dimiliki dan dikelola oleh investor asing menunjukkan tingkat kebocoran ekonomi hingga lebih dari 50%, dibandingkan dengan hotel lokal yang hanya sekitar 15%. Artinya, hanya sebagian kecil dari belanja wisatawan yang benar-benar memberi manfaat ekonomi bagi pelaku lokal di Bali.
Selain itu, kebocoran juga terjadi melalui penggunaan barang impor. Banyak hotel dan restoran yang menggunakan bahan makanan, minuman, dan perlengkapan lainnya dari luar daerah atau bahkan dari luar negeri karena persepsi kualitas dan efisiensi. Hal ini menyebabkan perputaran uang tidak maksimal dalam perekonomian lokal. Teori regional economics oleh Stimson et al. (2021) menekankan bahwa kebocoran semacam ini melemahkan ekonomi wilayah karena mengurangi kapasitas akumulasi modal dan investasi lokal.
Kebocoran juga terjadi melalui penggunaan jasa perantara internasional, seperti pemesanan hotel melalui platform daring global, iklan digital, hingga sistem pembayaran internasional yang memotong fee cukup besar dari setiap transaksi wisatawan. Fenomena ini semakin diperparah dengan kehadiran tenaga kerja asing di beberapa sektor pariwisata mewah yang membawa pulang penghasilannya ke negara asal. Situasi ini sejalan dengan temuan Novelli (2022) yang menegaskan bahwa tanpa regulasi dan proteksi ekonomi lokal, destinasi wisata cenderung menjadi ladang eksploitasi ekonomi oleh modal global.
Pemerintah Bali sebenarnya telah mencoba mengatasi kebocoran ekonomi dengan berbagai kebijakan seperti mendorong penggunaan produk lokal dengan Peraturan daerah (Perda), membatasi kepemilikan asing dalam sektor pariwisata, dan memperkuat sektor UMKM. Namun tantangan tetap besar karena struktur ekonomi Bali yang sangat terintegrasi dalam pasar global. Bali juga memiliki keterbatasan dalam produksi bahan baku tertentu sehingga tetap tergantung pada impor.
Kebocoran ekonomi menjadi tantangan serius dalam pembangunan ekonomi Bali. Teori-teori terbaru menunjukkan bahwa daerah wisata seperti Bali memerlukan strategi jangka panjang untuk membangun ketahanan ekonomi lokal melalui peningkatan kapasitas produksi domestik, penguatan UMKM, dan perbaikan tata kelola investasi asing. Tanpa itu, ekonomi Bali akan terus menghadapi masalah distribusi manfaat yang tidak merata, dan ketergantungan terhadap pihak luar akan tetap tinggi. (*)
Penulis, Guru Besar Manajemen FEB Undiknas Denpasar.