Kemarau Ekstrim Melanda 4 Wilayah di Bali dampak El Nino
MANGUPURA – baliprawara.com
Musim kemarau yang disertai dengan El Nino, diperkirakan membuat wilayah Bali mengalami kondisi kekeringan panjang. Dari data BBMKG Wilayah III Denpasar, per tanggal 30 September 2023, ada sebanyak 15 wilayah kecamatan di 7 kabupaten yang tidak turun hujan berturut-turut lebih dari 30 hari, atau hari tanpa hujan kategori sangat panjang.
Bahkan, ada 4 wilayah kecamatan di 4 kabupaten yang 90 hari tidak turun hujan atau hari tanpa hujan kategori kekeringan ekstrim. Untuk itu, pemerintah daerah dan masyarakat diharapkan dapat lebih mengantisipasi dampak tersebut, seperti potensi kebakaran lahan, gagal panen, kurangnya ketersediaan air baku dan sebagainya.
Menurut Kepala Stasiun Klimatologi Bali, Aminudin Al Roniri.SP.MSi., musim kemarau kering merupakan hal yang terjadi setiap tahun. Namun terkadang daerah yang dilanda cenderung berbeda-beda. Jika tahun sebelumnya kemarau kering lebih banyak terjadi di wilayah Karangasem, Buleleng dan Nusa Penida. Tahun ini yang banyak dilanda adalah wilayah Karangasem dan Buleleng.
Kekeringan itu semakin kering dan panjang masanya, karena musim kemarau tahun ini disertai dengan fenomena El Nino. Kendati wilayah cakupan kekeringan itu hanya ada di 2 kabupaten, namun titik kekeringan itu tersebar meluas. “Tahun ini titiknya lebih banyak, lebih kering dan lebih panjang, karena ada El Nino. Dengan adanya El Nino itu, sama sekali tidak ada hujan, meskipun rintik-rintik,” bebernya, Selasa 3 Oktober 2023.
Kemarau kering panjang yang disebut juga dengan Hari Tanpa Hujan berturut-turut (HTH) terjadi bervariasi di masing-masing wilayah. Adapun klasifikasi kekeringan berdasarkan peta yaitu 1-5 hari kategori sangat pendek, 6-10 hari kategori pendek, 11-20 hari kategori menengah, 21-30 hari kategori panjang, 30-60 hari kategori sangat panjang dan lebih dari 60 hari kategori sangat ekstrim.
Adapun daerah yang mengalami kemarau sangat panjang yaitu, Kabupaten Buleleng (Kecamatan Buleleng, Gerokgak, Kubutambahan, Sawan, Sukasada), Kabupaten Jembrana (Kecamatan Melaya), Kabupaten Bangli (Kecamatan Kintamani) Kabupaten Karangasem (Kecamatan Karangasem dan Kubu), Kabupaten Badung (Kecamatan Kuta, Kuta Utara, Kuta Selatan), Kabupaten Klungkung ( Kecamatan Nusa Penida) dan Kota Denpasar (Kecamatan Denpasar Timur dan Denpasar Selatan).
Sedangkan untuk daerah yang mengalami kemarau ekstrim yaitu, Kecamatan Kubu Karangasem dengan 90 hari tanpa turun hujan, Kecamatan Kubutambahan Buleleng dengan 89 hari tanpa hujan, Kecamatan Kintamani Bangli dengan 84 hari tanpa hujan, Kecamatan Gerokgak Buleleng dengan 84 hari tanpa hujan. “Untuk wilayah yang mengalami kemarau ekstrim itu sudah 3 bulan tidak ada hujan. Hari tanpa hujan itu terhitung dari 30 September dihitung mundur. Kalau Elnino itu terjadi sejak awal musim kemarau kemarin di bulan Mei,” jelasnya.
Kendati demikian, masih ada 5 titik wilayah yang masih mengalami potensi terjadinya hujan. Namun hal itu dinilai belum cukup untuk mengakomodir kebutuhan sektor pertanian, karena intensitasnya relatif rendah yaitu 50 mm/ dasarian dan bahkan sampai 20 mm/dasarian. Ia berharap akhir November 2023 kemarau berakhir seiring masuknya musim hujan.
Dirinya kembali mengimbau agar daerah yang mengalami kekeringan ekstrim dapat lebih waspada akan dampak lebih panjang, karena daerah tersebut kecenderungan mengalami musim hujan belakangan dari wilayah lainnya.
“Ini perlu diwaspadai dampak lebih panjang. Saya harap daerah yang mengalami kekeringan panjang dan ekstrim dapat mengantisipasi dampak yang ditimbulkan. Seperti terkait ketersediaan air bersih, antisipasi kekeringan lahan, kebakaran, gagal panen,” imbaunya. (MBP)