“Mekare-kare” di Tenganan Pegringsingan, Ritual Suci Penghormatan Masyarakat Kepada Dewa Perang
AMLAPURA – baliprawara.com
Desa Tenganan Pegringsingan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali, dikenal sebagai salah satu desa tertua di ujung timur pulau Dewata. Sebagai desa Bali Aga atau Bali Kuno, Desa ini memiliki keunikan budaya dan tradisi yang masih terjaga hingga saat ini.
Sebagai Desa Bali Aga atau desa pra-Hindu, dengan teguh mempertahankan kebudayaan dan tradisi masa pra-Majapahit. Salah satunya Mekare-kare (perang pandan) yang rutin digelar setiap tahun, sebagai tradisi adiluhung dimiliki masyarakat setempat.
Yang mana, tradisi ini merupakan ritual suci bentuk penghormatan atau persembahan kepada leluhur, dan Dewa Indra sebagai Dewa Perang. Tradisi Mekare-kare ini bahkan menjadi daya tarik wisatawan.
Setiap digelarnya tradisi ini, masyarakat setempat juga menghaturkan sesajen atau persembahan kepada para leluhur. Tradisi Mekare-kare ini, juga memiliki makna yang hampir sama dengan upacara tabuh rah yang sering dilaksanakan umat Hindu di Bali. Saat tradisi mekare-kare ini digelar, iringan gamelan dengan alat selonding, menjadi ciri khas.
Tradisi unik ini, biasanya diikuti oleh kaum lelaki, dari anak-anak hingga orang dewasa. Adapun sarana yang digunakan, berupa daun pandan berduri, yang dipotong dengan ukuran 30 sentimeter, serta tameng yang terbuat dari anyaman Ate (sejenis akar liar).
Daun pandan berduri ini, digunakan sebagai senjata untuk menyerang, sedangkan tameng digunakan untuk bertahan dari serangan lawan. Tak jarang para peserta ini, mengalami luka bahkan berdarah akibat goresan duri dari pandan.
Namun, luka yang tersebut, biasanya akan cepat pulih dengan dibalurkan obat penawar yang terbuat dari bahan alami dari ramuan umbi-umbian, seperti laos, kunyit, dan campuran lain.
Tahun ini, Mekare-kare kembali digelar, yang dirangkaikan dengan event Tenganan Pegringsingan Culture Festival 2024. Festival tahun ini, telah dibuka secara resmi oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Karangasem, I Ketut Sedana Merta, Selasa 4 Juni 2024.
Menurut Sekda Sedana Merta, mekare-kare ini, menjadi tradisi yang sangat adiluhung dimiliki masyarakat Tenganan. Tradisi ini, sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Indra sebagai Dewa Perang.
“Selain tradisi mekare-kare, Desa ini juga dikenal dengan kerajinan tenun ikat ganda, yang dinamakan kain Gringsing yang memiliki keunikan tersendiri,” ujarnya.
Festival ini, diharapkan dapat mendukung promosi tradisi Mekare-kare ini. Selain itu, diharapkan perekonomian Karangasem semakin bangkit dan dikenal luas oleh wisatawan, serta memperkuat identitas budaya lokal. (MBP)