Pelukis Nyoman Wijaya Suguhkan Kecantikan Penari Legong Keraton di Maison Aurela Sanur

 Pelukis Nyoman Wijaya Suguhkan Kecantikan Penari Legong Keraton di Maison Aurela Sanur

Nyoman Wijaya

TABANAN – baliprawara.com

Nyoman Wijaya, pelukis asal Banjar Carik Padang, Desa Nyambu, Kediri, Tabanan kembali memamerkan karyanya dalam sebuah hajatan seni bertema ” L’Art De Bali” di Hotel Maison Aurela Sanur, Bali. Dibuka pada 20 Februari, pameran ini berlangsung selama seminggu.
Kali ini, Ketua Komunitas Maharupa Batukaru Tabanan tersebut berpameran bersama I Ketut Ridana, pelukis asal Karangasem.
Dalam pameran ini Wijaya memamerkan 10 karya drawing di atas kertas dan satu karya cat minyak di atas kanvas.
Berbagai objek lukisan bertematik Bali disuguhkan Wijaya dalam pameran duet ini, seperti penari legong keraton, bangunan meru, kori agung pura dan sebagainya.
Dalam karyanya berjudul “Penari Legong Keraton” berukuran 145 x 110 cm, Wijaya menyuguhkan paras ayu seorang penari legong keraton, lengkap dengan pakaian kebesarannya. Dibuat detail, lukisan realis ini sungguh menawan.

Penari Legong Keraton karya Nyoman Wijaya

“Tarian Legong Keraton, sebuah tarian klasik Bali yang sangat populer dalam masyarakat Bali. Sejak dahulu sampai sekarang tarian ini selalu favorit bagi para penari Bali. Tarian ini memiliki kesulitan yang sangat tinggi dan berdurasi lebih lama dibanding tarian Bali lainnya. Keindahan gerak tarinya ditambah kostum tarian ini sangat indah membuat tarian ini sangat disukai dan sangat populer di setiap pementasannya,” kata Wijaya.
Dari sekian banyak seniman atau pelukis yang sudah mengabadikan penari Legong Keraton, Wijaya salah satunya yang tertarik untuk menjadikannya sebuah karya lukis.
Selain lukisan penari Legong Keraton, Wijaya juga mewartakan keindahan bangunan meru melalui karya bermedia kertas. Diberi judul “Meru Tumpang Lima”, Wijaya menyuguhkan lukisan sebuah meru bertumpang lima yang menghiasi bagian atau mandala utama Pura Agung di Carik Padang, Desa Nyambu, Kediri Tabanan, dekat dengan tempat tinggalnya. Pura ini sangat indah dan berumur sangat tua. Di bagian dalam Pura ini bangunannya diperkirakan didirikan sekitar abad 15 Masehi. Keindahannya tetap terjaga sampai saat ini.
“Pura ini sudah menjadi bagian dari diri saya dari masa kecil sampai sekarang. Kami selalu datang bersembahyang bersama keluarga,” ujarnya.
Pada masa kanak-kanak, halaman terluar pura ini menjadi ruang bermain setiap sore sebelum senja. Wijaya sering bermain bola di sini bersama teman-teman masa kecilnya.
Lukisan Kori Agung karya Wijaya

Selain bangunan meru di Carik Padang, potret Kori Agung Pura Desa Blahkiuh, Badung juga menarik disajikan dalam karya lukisnya. Berjudul “Kori Agung Pura Desa Blahkiuh”, lukisan ini menyuguhkan keindahan kori agung atau pintu masuk pura ini. Pura Desa ini berlokasi di tengah- tengah Desa Blahkiuh, bersebelahan dengan Pasar Umum di desa setempat.
Pura ini memiliki pintu utama masuk ke bagian dalam pura yang sangat indah dan megah. Di situ terdapat patung gajah yang besar mengapit di dua sisi anak tangga menuju pintu Kori Agung ini. Di atas gajah masing- masing ditunggangi sosok Dewa Indra.
Kori Agung ini sangat indah dan berumur sangat tua, lebih dari satu abad lalu.
Tak hanya itu, “potret” Kori Agung Pura Dalem Ayunan juga dipindahkan Wijaya ke dalam karyanya bermedium kertas.
Kata Wijaya, Ayunan di Badung adalah sebuah desa yang masih asri dan memiliki panorama yang sangat indah.
Desa Ayunan juga memiliki beberapa Pura yang indah di beberapa sudut desa ini.
Salah satunya Pura Dalem Ayunan di ujung desa ini. Pura ini memiliki panorama sawah yang sangat indah di sekelilingnya.
Kori Agung Pura ini beratapkan ijuk, terlihat sangat indah dan khas dengan tangga masuk yang tinggi membuatnya tampak megah dan berwibawa.
“Saya selalu ingin kembali melihat dan mengabadikannya dalam karya sketsa dan lukis,” pungkasnya. (MBP2)

See also  Basarnas Gelar Latihan Bersama Penanganan Terhadap Kecelakaan Kapal Asing

Redaksi

Related post