Perubahan Nomenklatur Desa Wisata menjadi Desa Budaya, Forkom Dewi Khawatir Anggaran Pusat Tersendat

Made Mendra Astawa.
DENPASAR – baliprawara.com
Wacana penggantian nomenklatur Desa Wisata menjadi Desa Budaya yang dirancang Gubernur Bali Wayan Koster, mendapat tanggapan dari Forum Komunikasi Desa Wisata (Forkom Dewi). Pasalnya, dengan perubahan nomenklatur tersebut, akan berdampak pada tidak sinkronnya program desa wisata Pemerintah Pusat. Tentu hal itu akan berimbas pada tersendatnya anggaran dari pemerintah pusat.
Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata (Forkom Dewi) Bali, I Made Mendra Astawa, khawatir adanya perubahan nomenklatur tersebut. Tidak sinkron dengan program desa wisata Pemerintah Pusat, tentunya berdampak pada anggaran dari pusat yang berpotensi tersendat.
Mendra mengatakan, konsep desa wisata yang ada saat ini memiliki tiga pilar, yakni ekonomi, alam, dan budaya. Dengan pariwisata Bali yang berakarkan pada budaya, tentu dalam desa wisata pun budaya Bali mendapat tempat paling utama.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, jika desa wisata di Bali diubah nomenklaturnya menjadi desa budaya, maka kemungkinan nanti desa budaya ini akan menjadi naungan Kementerian Kebudayaan. Meski demikian, ia mengungkapkan, keputusan tetap sepenuhnya menjadi kebijakan Pemerintah Provinsi Bali. Karena Forkom Dewi Bali berada di bawah naungan Pemerintah Daerah.
Terkait keberadaan Desa Wisata di Bali, saat ini jumlahnya terdata ada sebanyak 240 desa wisata. Jumlah ini menurutnya akan terus mengalami kenaikan jumlahnya setiap tahun. Sementara, dalam menjalankan desa wisata, selama ini diperlukan anggaran yang salah satunya didapatkan dari Pemerintah Pusat.
Untuk itu, pihaknya berharap agar nomenklatur Desa Wisata tidak perlu diubah. “Tidak perlu diubah nomenklaturnya, ketika diubah nomenklaturnya kita nggak akan ketemu bantuannya nanti dari pusat,” katanya.
Mendra menekankan, tantangan desa wisata saat ini ada pada sumber daya manusia (SDM) desa yang selama ini banyak yang memilih ke luar desa bahkan luar negeri untuk bekerja. Oleh karenanya, ia berharap agar pemerintah terus memberikan dukungan supaya lapangan kerja layak tersedia di desa-desa. Dengan demikian, tentunya para pemuda setempat tidak sampai mencari penghidupan jauh di luar desa mereka.
Menurutnya, dukungan terhadap desa wisata adalah salah satu solusi menciptakan lapangan kerja di desa-desa di Bali. “Sehingga mereka akan betah di desa, melindungi desa, dan tentu budaya kita,” jelas Mendra.
Terkait rencana perubahan nomenklatur desa wisata menjadi desa budaya, disampaikan Gubernur Bali Wayan Koster usai dilantik. Terkait perubahan nomenklatur tersebut, diharapkan dapat memberikan perspektif yang lebih tepat untuk memberdayakan desa di Bali sebagai destinasi wisata berbasis budaya. (MBP)