Sembilan Perupa Tampilkan “Reflection” di Santrian Art Gallery, Sanur

Suasana pembukaan pameran senirupa di Santrian Art Gallery Sanur
DENPASAR – baliprawara.com
Santrian Art Gallery Sanur kembali memberikan kesempatan kepada seniman untuk memamerkan karya senirupanya. Kali ini sembilan perupa menampilkan karyanya di galeri ini selama dua bulan, 9 Mei hingga 27 Juli 2025 mendatang, bertajuk “Replection”.
Manajer Santrian Art Galery I Made “Dolar” Astawa menyampaikan, seniman yang terlibat dalam pameran kali ini berasal dari luar Bali yakni A. Priyanto “Omplong”, Hono Sun, Agung “Pekik” Hanafi Purboaji, Riki Antoni, Dedy Sufriadi, Robi Fathoni, Deskhairi, Yudi Sulistyo dan Hayatuddin.
Sebanyak 34 karya dua dimensi dan dua karya tiga dimensi dipamerkan dalam ajang tersebut. Pameran seni rupa ini akan ditutup dengan program peluncuran buku berjudul sama dengan tema pameran.
“Pameran ini terselenggara atas kolaborasi antara Santrian Art Gallery dengan Jago Tarung Yogyakarta,” ujar I Made Dolar Astawa yang perupa ini.
Kurator pameran, Dedi Yuniarto menyampaikan, materi pameran bertema besar “reflection” (refleksi) ini sudah dipersiapkan sejak akhir tahun 2021. Refleksi yang dimaksud dalam tema pameran ini mencakup dua hal utama. Pertama, refleksi dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri atau intrapersonal. Dalam konteks ini refleksi dipahami sebagai kehidupan yang dibimbing melalui olah refleksi menyadari sepenuhnya dan fokus akan di mana dan bagaimana diri kita saat ini (hic et nunc atau here and now). Menjalani hidup sepenuhnya, atau disebut mindfulness, dipraktikkan dengan cara hadir dan menyadari apa yang dilakukan. Maka terwujudlah pameran berjudul “Hic et Nunc / Here and Now” pada tanggal 4 Oktober – 4 November 2023 di Bottega & Artisan, Alam Sutera-Tangerang.
Sementara materi yang disajikan di Santrian Art Gallery ini merupakan ide refleksi yang kedua, yakni dalam hubungan manusia dengan alam dan lingkungannya. Pameran ini diberi tajuk “Reflection”. Tidak ada satu kata yang secara spesifik dapat menjelaskan makna dalam konteks ini. Maka pihaknya merangkai tiga kata, yakni: “cerminan”, “lantunan” (dialektika), dan “pemikiran”, yang ketiganya saling melengkapi. Manusia adalah cerminan dari eksistensi alam itu sendiri, sebab dari 118 elemen di bumi, sebanyak 21 elemen di antaranya terkandung di dalam tubuh manusia. Alam tidak semata material, sebab di dalamnya terkandung aspek-aspek spiritual. Selama tubuh material manusia berinteraksi dengan tanah, air, udara, dan matahari, selama itu pula jiwa manusia mengalir meresapi alam semesta. Hilangnya nilai-nilai spiritual dan ilahiah pada diri manusia, berarti hilang pula hakikat alam semesta. Hilang pula makna filosofis dan religius dari diri manusia dalam menjaga keseimbangan dialektis antara dirinya, Tuhan, dan alam semesta. Maka selanjutnya muncul berbagai pemikiran dalam rangka manusia menghayati keberadaannya di tengah-tengah alam semesta itu.
Sementara itu perupa asal Yogyakarta, Dedy Supriadi menyampaikan karya-karyanya berangkat dari teks. Ia yang suka membaca, mencoba memindahkan teks-teks tersebut dalam bentuk karya senirupa kontemporer. Ada lima lukisan yang dipamerkan kali ini.
Perupa Hono Sun yang juga berasal dari Yogyakarta menyampaikan, karya-karyanya terinspirasi dari alam. Dalam pameran ini ia menampilkan empat buah lukisan dan satu karya tiga dimensi. Salah satu karyanya berjudul “Jaka Tarub” berukuran 180 cm x 280 cm.
Winnie Yamashita Rolindrawan, seorang pengacara dan pecinta seni yang membuka pameran “Replection” tersebut menyampaikan
rasa hormat karena telah diberikan kesempatan membuka pameran. Tema pameran ini amat menarik, mengajak kita menjaga hubungan harmonis dengan alam. Lewat karya-karyanya yang luar biasa, para perupa membahasakan panggilan nuraninya agar kita lebih reflektif menjaga hubungan harmonis dengan alam. (MBP2)