Tri Hita Karana Jargon Pembangunan Bali

 Tri Hita Karana Jargon Pembangunan Bali

Oleh :
Ir. I Wayan Sukarsa, M.M.A.

Otonomi daerah merupakan salah satu upaya pemerintah mempersempit kesenjangan pembangunan dengan mengembangkan wilayah sesuai kewenangannya untuk meningkatkan daya saing, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan antarwilayah, serta memajukan kehidupan masyarakat.

Pembangunan wilayah yang berkualitas harus memperhatikan rencana tata ruang wilayah (RTRW) secara terencana, terintegrasi berdasarkan pendekatan kewilayahan.
Penataan ruang harus dijadikan dasar pembangunan kewilayahan, sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan dengan tidak mengesampingkan falsafah Tri Hita Karana sebagai landasan etis pembangunan Bali, untuk mendukung keharmonisan hubungan secara vertikal dan horizontal agar ruang yang ada tetap nyaman untuk ditinggali, produktif dan berkelanjutan.

Permasalahan pembangunan Bali selama ini mengabaikan tata ruang dan falsafah Tri Hita Karana yang menjadi landasan etis bagi masyarakat Bali, membentuk identitas budaya, serta menjadi panduan dalam pembangunan berkelanjutan, mengutamakan pertumbuhan ekonomi dengan memberikan perhatian lebih pada pengembangan industri pariwisata sebagai mesin pengerak perekonomian.

Tri Hita Karana hanya menjadi sebuah jargon konseptual yang tidak terimplementasi secara seimbang dalam pembangunan pada era otonomi daerah.

Pembangunan ekonomi dan sektor pariwisata Bali seharusnya tetap mempertahankan kelestarian lingkungan dan budaya lokal agar setiap bangunan memberikan Quality of Life (QOL) yang merupakam salah satu standar kenyamanan penghuni wilayah dengan penilaian kenyamanan lingkungan.

Pembangunan Bali menghadapi tantangan dari modernisasi dan globalisasi, merujuk pada berbagai masalah yang terjadi, seperti masalah pertanahan, infrastruktur dan pariwisata berdampak pada lingkungan, budaya, dan kesejahteraan masyarakat karena
ketidakpatuhan pemanfaatan tata ruang dan falsafah Tri Hita Karana sebagai landasan etis pembangunan Bali.

Pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah menimbulkan “gap expectation” antara kinerja pembangunan yang dicapai saat ini dengan yang direncanakan. Itu terlihat dari berbagai masalah yang muncul seperti kesenjangan antarwilayah, bencana alam, kenyamanan, keamanan dan kerusakan lingkungan yang semakin memprihatinkan.
Dampak dari kebijakan Pemerintah dalam pemanfaatan tata ruang, penyebaran modal/investasi, perhatian yang berlebihan kepada sektor pariwisata tanpa melihat potensi yang dimiliki dan daya dukung wilayah, membawa kesengsaraan, marginalisasi dan bukannya kemajuan.

See also  Adopsi Konsep Tri Hita Karana, UID Bali Campus Jadikan Bali Sebagai Acuan Menuju SDGs

Tri Hita Karana tetap relevan dalam menciptakan pembangunan yang holistik dan berkelanjutan.
Implementasinya memerlukan dukungan kebijakan pemerintah, partisipasi aktif masyarakat, serta pendidikan yang berkelanjutan untuk memastikan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan.

Tri Hita Karana sebagai landasan filosofi pembangunan dan pemanfaatan ruang seperti yang termuat dalam Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2005 memberi isyarat kepada seluruh komponen masyarakat Bali untuk menggunakan nilai-nilai Tri Hita Karana menjadi pedoman dalam menghadapi tantangan masa kini, menuju masa depan. Tidak hanya menjadi jargon semata dalam setiap beraktivitas dan pembangunan.
Demi menjaga keberlangsungan dan kelestarian alam, budaya dan pariwisata yang berbasiskan budaya Bali untuk generasi mendatang, perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap pembangunan.

Semua komponen baik pemerintah, swasta dan masyarakat mari berbuat baik menghindari perbuatan asurik bersifat materialistik yang melumpuhkan kecerdasan yang menjadi pangkal derita dan kesengsaraan di kemudian hari (Bg.2.62-63). Tegakkan kebenaran, lakukan kebajikan, kebaikan tertinggi adalah satya (Menawa Dharma Sastra) menuju masa depan yang berkelanjutan, sejalan dengan prinsip-prinsip SDGs. (*)

Penulis adalah Analis Kebijakan pada Badan Riset dan Inovasi Daerah Kabupaten Badung.

Redaksi

Related post