WNA Amerika Perusak Rumah Warga dan Pria Nigeria Overstay, Dideportasi Rudenim Denpasar
MANGUPURA – baliprawara.com
Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar, kembali menunjukkan ketegasannya dalam menegakkan peraturan keimigrasian. Dalam tiga hari terakhir, dua Warga Negara Asing (WNA) di Bali menambah catatan orang asing yang dideportasi dari Indonesia.
WNA tersebut yakni, RLG (55) seorang pria WN Amerika Serikat dan seorang pria WN Nigeria OIC (36) yang terlibat dalam kasus kepemilikan sajam tanpa izin hingga overstay.
RLG harus meninggalkan Indonesia meski telah hidup di Bali selama 12 tahun terakhir. Diketahui, ia tinggal di Bali bermodalkan KITAS investor pada sebuah perusahaan yang ia klaim adalah miliknya.
RLG mengaku pertama kali datang ke Indonesia tahun 2012 sebagai seorang misionaris dan membantu banyak orang di Bali. Di Bali RLG menyewa rumah seorang WNI di daerah Tampak Siring, Gianyar, sejak Juni 2014 – Juni 2024.
Dikarenakan sikap RLG yang menyinggung dan merendahkan keluarga pemilik rumah yaitu dengan membuang pelangkiran/tempat sembahyang pemilik, dan merusak pohon di halaman rumah, serta adanya ketidaksepakatan biaya sewa maka pemilik rumah menolak perpanjangan sewa yang diminta.
Saat perpanjangan ditolak, RLG diduga telah menyuruh orang-orang tak dikenal untuk membongkar atap rumah yang ia sewa tanpa seizin pemilik rumah. Petugas kepolisian mendatangi RLG yang saat itu tengah berada di kediamannya.
RLG diketahui pula memiliki sajam jenis pisau yang menurut pengakuannya pisau tersebut dikirimkan oleh salah seorang temannya yang berada di Amerika Serikat, untuk dijadikan sampel produksi yang kemudian akan dijual kembali.
Rencananya pisau tersebut ia kirim ke perajin di Bali untuk dibuatkan sarungnya terlebih dahulu. Oleh pihak Kepolisian, kepemilikan sajam tak berizin dan tindakan RLG tersebut tidak dibenarkan karena berpotensi membahayakan keamanan masyarakat serta ketertiban umum. Dengan demikian Polres Gianyar mengirimkan RLG ke Kantor Imigrasi Denpasar pada 1 Maret 2024 dengan disertai surat rekomendasi pendeportasian terhadap RLG.
Pada kasus lainnya, OIC tiba di Indonesia pada 20 Juli 2023 melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta menggunakan Visa Kunjungan. Sejak kedatangannya, OIC mengaku tinggal di sebuah hotel di Jakarta selama 1 bulan sebelum akhirnya ia melanjutkan perjalanannya ke pulau Bali. Setibanya di Bali, Ia berkeliling menikmati suasana dan berkumpul dengan teman temannya yang berasal dari Nigeria. ia sempat tinggal di sebuah apartemen di Denpasar kemudian berpindah ke Gianyar selama 4 bulan. Terakhir kali, ia berpindah lagi ke bilangan Kuta dan tinggal di sebuah Villa bersama 2 orang teman yang tidak diketahui identitasnya.
Selama berbulan bulan tinggal di Bali, OIC membiayai kehidupannya dari tabungannya dan sesekali keluarganya di rumah mengirimkan uang bagi dirinya. Awalnya OIC mengaku berencana tinggal selama 2 bulan saja sesuai visa yang diberikan. Namun pada perjalanannya, OIC kehabisan uang yang membuatnya tak bisa pulang ke negaranya. Yang unik adalah OIC menikmati keadaannya tersebut bahkan ia semakin merasa nyaman tinggal di Bali dan membuatnya enggan untuk pulang ke negaranya, meski izin tinggal telah habis.
Sebelumnya untuk kedua WNA tersebut diamankan terpisah, RLG ditangani oleh kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar dan kepadanya ditetapkan telah melanggar Pasal 75 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Sementara OIC ditangani oleh kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai dan ditetapkan telah melanggar Pasal 78 ayat 3 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Namun karena pendeportasian belum dapat dilakukan segera keduanya diserahkan ke Rudenim Denpasar untuk diproses pendeportasiannya lebih lanjut.
Pada 3 Juli 2024 RLG telah dideportasi ke Seattle, Amerika Serikat, sedangkan pada 5 Juli 2024 OIC dideportasi ke Abuja, Nigeria. Ketiganya dikawal oleh petugas Rudenim Denpasar dan telah dimasukkan dalam daftar penangkalan Direktorat Jenderal Imigrasi.
Plh. Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar Gustaviano Napitupulu menerangkan bahwa langkah-langkah pendeportasian bagi WNA bermasalah seperti ini diharapkan dapat turut menjaga Bali tetap menjadi destinasi yang aman dan tertib bagi wisatawan dan penduduk asing yang menghormati hukum dan peraturan yang berlaku.
“Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan. Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya” tutup Gustav.
Kakanwil Kemenkumham Bali mengatakan bahwa dalam mendeportasi dua Warga Negara Asing (WNA) yang bermasalah tersebut adalah bentuk komitmen Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Bali dalam menjaga ketertiban dan keamanan di wilayah Bali. Kasus kepemilikan senjata tajam oleh RLG dan pelanggaran izin tinggal oleh OIC menunjukkan bahwa kami tidak akan menoleransi tindakan yang melanggar hukum dan mengganggu ketertiban umum.
Dengan diterapkannya Pasal 75 dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, kami memastikan bahwa setiap WNA yang tidak mematuhi peraturan akan dikenai tindakan administratif yang tegas, termasuk deportasi. “Kami juga mengingatkan seluruh WNA di Bali untuk selalu menghormati hukum dan peraturan yang berlaku, serta menjaga sikap yang baik terhadap masyarakat setempat” tegas Pramella.
Langkah ini diharapkan dapat menjaga Bali tetap menjadi destinasi yang aman dan nyaman bagi para wisatawan serta penduduk asing yang menghormati aturan. “Kami akan terus melakukan pengawasan dan penegakan hukum keimigrasian dengan sungguh-sungguh untuk memastikan ketertiban dan keamanan di wilayah Bali,” tutupnya. (MBP)