Wujudkan “Benoa Recycle Park”, DLHK Badung Dapat Dukungan Penuh

 Wujudkan “Benoa Recycle Park”, DLHK Badung Dapat Dukungan Penuh

Mangupura (Bali Prawara)-
Atas kesepakatan antara desa adat yakni Bualu dan Kampial, Kelurahan Benoa, Kuta Selatan, Badung kini dipastikan akan memiliki lahan seluas 1 hektar yang akan dimanfaatkan sebagai tempat pengolahan sampah reduce reuse dan recycle (TPS 3R). Keputusan tersebut disepakati pada pertemuan yang digelar di kantor Lurah Benoa, Rabu (4/12). Keputusan ini tentu memberikan dukungan untuk Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Badung, untuk bisa menyelesaikan permasalahan yang selama ini menerpa.

Turut hadir pada pertemuan tersebut, Lurah Benoa, perwakilan Camat Kuta Selatan, Dua orang Anggota DPRD Badung asal Kampial dan Bualu, I Wayan Loka Astika, SH dan Drs. I Made Retha, SH., M.A.P. Juga hadir, Bendesa Adat Bualu, perwakilan Bendesa Adat Kampial, Managing Director The Nusa Dua I Gusti Ngurah Ardita, Ketua LPM Benoa I Wayan Ambara Putra, S.T., kaling dan kompone usaha.

Menurut Kepala Dinas LHK Badung, Putu Eka Merthawan, tanah seluas 1 hektar tersebut merupakan tanah Pelaba Pura Dalem Penataran desa adat Bualu dan desa adat Kampial. Memang kata dia, rencana lahan ini akan di pakai untuk pembangunan TPS 3R berbasis ramah lingkungan tingkat kelurahan, melalui dana pendampingan APBD tahun 2020.

Untuk pengolahan sampah di Badung terutama di Desa/Kelurahan sepakat akan menggunakan istilah recycle park. Sedangkan khusus untuk di kelurahan Benoa akan memakai nama Benoa Recycle Park (BRP) yang mewilayahi Bualu, Kampial dan Peminge. “Desa adat Bualu dan Kampial melalui BUPDA akan menggunakan lahan tersebut hanya untuk pengelolaan sampah bukan untuk yang lain. Dan ini diharapkan dapat mengatasi masalah pengelolaan sampah di kelurahan Benoa,” katanya.

Rencana pembangunan TPS 3R ini kata dia, akan dimulai tahun 2020 melalui dana pendampingan yang akan dilaksanakan oleh DLHK dengan prosedur resmi. Sedangkan Tahun 2021 semua diharapkan siap dioperasikan. Pembangunan TPS 3R ini lanjut Eka Merthawan, diperkirakan menghabiskan dana sebesar 2.5 miliar. Dengan perkiraan akan ada sebanyak 2 mesin yang mana 1 mesin akan menjadi mesin cadangan. Karena mesin pengolahan sampah ini, sangat rentan rusak akibat penggunaan amoniak yang tinggi dalam mengolah sampah. “Ini langkah nyata yang kami lakukan. Ini langkah yang bukan populis, apalagi Lips Service,” tegasnya.

Sementara, untuk teknologi akan menggunakan non incinerator, yang menggunakan listrik bukan diesel, supaya lebih soft dan ramah lingkungan. Bahkan, hasil pengolahanmya nanti dipastikan akan berupa kompos. Yang jelas mesin tersebut kata dia, mampu mengolah sampah maksimal, efesien, mudah dioperasikan dan mudah perawatan. Namun demikian, pihaknya mengaku bukan berarti alergi dengan alat yang canggih. “Teknologinya kita ambil yang sederhana, supaya mudah pemeliharaanya. Saya tidak mau menggunakan teknologi yang tersohor namun akhirnya tekor,” katanya.

Diperkirakan dari kajian, diperkirakan maksimal 15- 20 pekerja yang akan dikerahkan disana yang digerakkan oleh pihak Kelurahan. Namun kawalan ketat akan dilakukan oleh pihak DLHK. Oleh karena itu, Lurah kata dia wajib menandatangani fakta integritas. Bahwa proyek ini tidak boleh gagal, dan bermanfaat serta berkelanjutan. ” ini kata kuncinya tiga, tidak boleh gagal, bermanfat dan berkelanjutan. Itu nanti yang akan ditandatangani oleh Lurah,” pungkasnya. (praw1)

prawarautama

Related post