UDG XXXII Provinsi Bali, Kualitas Meningkat, Efisiensi Jadi Tantangan
UDG – Pelaksanaan UDG XXXII hari kedua, Sabtu (25/10).
DENPASAR- baliprawara.com
Hari kedua pelaksanaan Utsawa Dharma Gita (UDG) XXXII Provinsi Bali, Sabtu (25/10/2025), berlangsung semarak dan penuh kreativitas. Para peserta dari berbagai jenjang usia — anak-anak, remaja hingga dewasa — menampilkan kemampuan terbaik mereka di berbagai arena lomba, mulai dari Gedung Ksirarnawa, Kalangan Angsoka, Kalangan Ayodya hingga Perpustakaan Daerah Bali.
Beragam cabang lomba digelar, seperti Membaca Sloka, Dharmawiwada, Palawakya, Kakawin, hingga Dharmawacana Bahasa Inggris. Di sela-sela kegiatan, juga hadir hiburan interaktif seperti penampilan Duo Liku yang semakin memeriahkan suasana.
Guru besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Prof. Dr. Drs. I Nyoman Suarka, M.Hum., yang juga kurator UDG XXXII, menilai pelaksanaan tahun ini menunjukkan peningkatan kualitas yang signifikan, baik dari segi materi maupun penampilan peserta.
“Kualitas vokal peserta meningkat pesat. Mereka sudah memahami teknik suara sesuai jenis lomba — dari geguritan, kidung hingga kakawin. Secara pakem dan kaidah sastra, peserta juga makin matang,” ujarnya.
Menurut Prof. Suarka, peningkatan ini menunjukkan pemahaman peserta terhadap tiga aspek penting dalam dharmagita, yakni nawang (pengetahuan), bisa (keterampilan), dan dadi (pengamalan).
“Ketiganya sudah tampak pada peserta dari berbagai kabupaten dan kota. Persaingan pun sangat ketat, karena selisih nilai antarpeserta di tiap kategori begitu tipis,” imbuhnya.
Meski kualitas meningkat, dari sisi kuantitas terjadi penurunan. Beberapa kabupaten/kota tidak mengirimkan peserta lengkap di semua kategori.
“Ini lebih karena faktor efisiensi anggaran di daerah. Padahal animo masyarakat sangat tinggi, banyak yang ingin ikut semua bidang lomba,” ungkapnya.
Mengusung tema “Jagat Kerthi Pramana Ning Bhawana” (Pemuliaan Alam Semesta), UDG XXXII tak sekadar ajang lomba, tapi juga menjadi media refleksi spiritual dan ekologis. Melalui karya sastra suci seperti Lontar Wrhaspati Kalpa, para peserta diajak memahami konsep panunggalan — kesatuan antara manusia dan alam semesta.
“Sastra menjadi jalan untuk mengenali kembali hubungan harmonis manusia dengan alam. Alam adalah cerminan manusia, dan lewat dharmagita kita belajar menjaga keseimbangannya,” tutur Prof. Suarka.
Ia menilai sastra memiliki peran penting dalam mengembalikan kesadaran ekologis di tengah maraknya alih fungsi lahan dan eksploitasi sumber daya alam.
“Sastra itu mencerahkan. Melalui dharmagita, generasi muda diajak eling dan belajar bahwa alam bukan objek, melainkan subjek yang harus dihormati,” tegasnya.
Semangat itu pula yang dirasakan peserta muda seperti I Gede Wayu Putraya Pasek Panitan Pertama dari SMPN 2 Amlapura.
“Saya senang bisa ikut UDG. Ajang ini membuat saya bisa mengembangkan minat di bidang sastra dan bahasa Bali, sekaligus ikut melestarikan budaya kita,” ujarnya penuh semangat.
Melalui UDG XXXII, Bali tak hanya merayakan seni dan spiritualitas, tetapi juga menanamkan kesadaran baru: bahwa menjaga alam bisa dimulai dari lantunan sastra — malajah sambilang magending, magending sambilang malajah — belajar sambil bernyanyi, bernyanyi sambil belajar tentang kesucian semesta.(MBP2)