Marlowe Bandem Saat Pembukaan “Denyar Renjana”, Dalam Seni, Perempuan Penggerak Perubahan

Marlowe Bandem.
DENPASAR – baliprawara.com
“Mari kita terus menyulut renjana dalam diri, menghidupkan inspirasi, dan menyebarkan semangat untuk dunia yang lebih inklusif dan penuh makna.” Demikian kalimat penuh makna yang dilontarkan pengamat seni I Made Marlowe Makaradhwaja Bandem saat memberi sambutan acara pembukaan pameran
bertajuk “Denyar Renjana” lima perempuan perupa di Santrian Art Gallery, Griya Sanur Resort, Sanur, Jumat (7/3) malam.
Pameran kerja sama Santrian Art Gallery dengan Mola Gallery itu menampilkan srikandi pelukis yang namanya tak asing lagi di kancah senirupa yakni Erica Hestu Wahyuni, Mola, Ni Nyoman Sani, Theresia Agustina Sitompul dan Yasumi Ishii. Pameran berlangsung hingga 30 April 2025.
Putra seniman dan budayawan Prof. Made Bandem itu juga mengajak para seniman, budayawan, dan pecinta seni yang hadir dalam pembukaan pameran, untuk merayakan Denyar Renjana, semangat yang mengalir dalam diri kita, menuntun penciptaan, mendorong pengabdian, dan menghubungkan kita satu sama lain dalam satu semesta yang penuh energi dan makna.
Marlowe Bandem kemudian melontarkan kalimat tanya: “Apa yang membuat kita bergairah? Apakah itu mimpi yang terus kita kejar, hasrat yang membara dalam diri, atau pengabdian yang kita persembahkan untuk sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri?”
Dikatakan, gairah muncul ketika ada resonansi antara jiwa dan tindakan, ketika sesuatu yang kita lakukan memiliki makna yang mendalam bagi diri kita sendiri dan orang lain. Kita bergairah karena kita peduli, karena ada sesuatu dalam kehidupan yang membuat kita terpanggil untuk bergerak, berjuang, dan berkreasi.
Bagi Marlowe, gairah muncul dari sense of purpose—kesadaran akan alasan mengapa kita melakukan sesuatu. Gairah bukan sekadar api dalam diri, tetapi juga energi yang menular, yang menyatukan kita untuk mendedikasikan tubuh dan pikiran demi hari esok yang lebih baik, demi kehidupan komunal yang penuh manfaat, serta pencapaian personal yang menginspirasi.
Purpose membuat kita mindful. Ketika seseorang berkarya dengan kesadaran akan makna dari pekerjaannya, maka setiap langkah yang diambil menjadi lebih terarah. Seorang guru yang memiliki tujuan tidak hanya mengajar materi, tetapi juga membimbing muridnya untuk menemukan potensi terbaik mereka. Seorang petani yang memahami bahwa hasil panennya akan memberi makan banyak orang akan bekerja dengan penuh perhatian dan rasa tanggung jawab.
Begitu pula dengan seorang seniman, yang menyadari bahwa karyanya bisa membangkitkan emosi, memicu diskusi, bahkan mengubah cara pandang seseorang terhadap kehidupan. Purpose bukan hanya membuat kita lebih fokus dan terlibat secara emosional dalam apa yang kita lakukan, tetapi juga membuat kita lebih menghargai proses dan dampak dari tindakan kita.
Dan ia mengamati itu ada pada pameran kali ini. Kita bisa melihat bagaimana Erica Hestu Wahyuni menghidupkan warna-warni narasi sosial dalam karyanya, menggambarkan kehidupan sehari-hari dengan sentuhan humor dan refleksi. Ada kegairahan dalam setiap goresan yang ia buat, bukan hanya estetika, tetapi juga sebagai bentuk ekspresi sosial yang mengajak kita berpikir dan merasakan.
Lalu ada Ni Nyoman Sani, yang menghadirkan wajah-wajah dengan energi yang begitu kuat. Karyanya bukan semata representasi visual, tetapi juga pernyataan tentang identitas, keberdayaan, dan eksistensi perempuan dalam ruang seni. Gairah dalam karyanya muncul dari kesadaran akan peran perempuan dalam sejarah, dalam kehidupan, dan dalam dirinya sendiri.
Theresia Agustina Sitompul dengan medium silk menghadirkan saujana berpola geometris dan berulang, sebuah pendekatan yang mempertemukan dunia personal dengan pola-pola terstruktur yang mencerminkan keteraturan dan ritme kehidupan sehari-hari.
Mola membawa kita pada pengalaman yang melampaui batas fisik sebuah lanskap. Dalam serinya, lanskap sekaligus menjadi representasi ruang luar (space without) dan cerminan dari ruang batin (space within). Pendekatan ini mengundang kita untuk menyadari bahwa lanskapnya tidak hanya berbicara tentang tempat fisik, tetapi juga suasana emosi dan ingatan. Mola menangkap perasaan transisi ini—antara ketenangan dan gejolak, antara stabilitas dan perubahan—melalui lapisan warna yang samar dan pergerakan cat yang tidak sepenuhnya terkendali.
Kucing dalam seni rupa sering kali menjadi simbol misteri, individualitas, dan dualitas emosi—antara kelembutan dan keangkuhan, kehangatan dan kemandirian. Yasumi Ishii menangkap keunikan ini melalui eksplorasi ekspresi wajah kucing yang beragam dalam satu komposisi, menghadirkan karakter yang kuat dan emosional dalam setiap figur.
Setiap seniman dalam pameran ini memiliki purpose yang berbeda-beda, tetapi semuanya memiliki kesamaan: mereka sadar akan makna di balik karya yang mereka ciptakan. Mereka tidak hanya membuat karya seni, tetapi juga menghidupkan ide, membangun dialog, dan menyebarkan energi yang menular kepada kita semua.
Tak kalah pentingnya, pekan ini kita juga memperingati Hari Perempuan Internasional. Sebuah momentum untuk merayakan kiprah, kontribusi, dan peran perempuan dalam berbagai bidang—termasuk dalam dunia seni rupa. Di sepanjang sejarah, perempuan pelukis sering kali berada dalam bayang-bayang dominasi sistem yang menutup ruang bagi kreativitas mereka.
Namun, zaman telah berubah. Posisi perempuan dalam masyarakat saat ini semakin kuat, namun perjuangan masih berlanjut. Dalam seni, perempuan bukan hanya pencipta, tetapi juga penggerak perubahan. Mereka adalah penjaga sejarah, penutur kisah, serta pemberi warna bagi dunia yang sering kali terasa abu-abu.
Lewat pameran ini, kita melihat bagaimana semangat, ketekunan, dan ekspresi perempuan menghidupkan ruang-ruang visual. (MBP2)